DRAFT SKRIPSI
Identitas
Mahasiswa
Nama : Muh. Syarifuddin
Nim : 30300110023
Fak/Jur :
Ushuluddin dan Filsafat/Tafsir Hadis

A.
Latar
Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci Umat Islam yang
senantiasa dijaga keotentikannya oleh Allah swt., sebagaimana firman-Nya dalam
QS. al-H{ijr (15): ayat 9 sebagai berikut :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ 9
Terjemahnya :
“Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya.[1]
Demikianlah
jaminan yang diberikan atas kitab suci ini sehingga setiap muslim harus percaya
bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai al-Qur’an yang ada sekarang tidak
berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan
yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.[2] Sebagai kitab suci, al-Qur’an harus
dibaca, diamalkan isinya, dan dijadikan sebagai way of life (pedoman
hidup) yang memberikan petunjuk dalam berbagai persoalan, seperti
persoalan-persoalan akidah, syariah, akhlak. Dan selainnya. Di samping itu,
al-Qur’an juga meletakkan dasar-dasar prinsipil atas persoalan-persoalan
tersebut.
Dalam upaya memahami al-Qur’an Ia perlu
ditafsirkan, dan penafsir pertama al-Qur’an adalah Nabi saw. Beliau adalah mubayyin
(pemberi penjelasan) atas ayat-ayat al-Qur’an kepada para sahabat dan Umatnya.
Sepeninggal Nabi saw., kegiatan tafsir dilanjutkan oleh para sahabatnya,
kemudian para tabi‘in, atba’ al-tabi‘in, para ulama dari atba’-atba’
al-tabi‘in secara turun temurun sampai sampai saat ini. Itu berarti bahwa
kegiatan tafsir tidak pernah berhenti dan justru telah mengalami dinamika
sejarah perkembangan.
Al-Z{ahabi, membagi sejarah perkembangan
tafsir atas tiga masa, yakni (1) Tafsir pada masa nabi saw., dan sahabatnya
yang perkembangannya berupa tafsi>r bi al-ma’s}u>r; (2) Tafsir
pada masa tabi‘in yang inti perkembangannya ditandai dengan madrasah-madrash
tafsir; (3) Tafsir pada masa pembukuan yang inti perkembangannya ditandai
masuknya cerita-cerita Isra‘ilyyat yang merupakan batu loncatan tafsir
bi al-ra’yi.[3] Juga
Goldziher membagi sejarah sejarah oerkembangan tafsir dalam tiga masa, yakni;
(1) tafsir pada masa madzhab-madzhab (aliran) tafsir bi al-ma’tsur; (2)
tafsir pada masa perkembangan menuju madzhab-madzhab ahl al-ra’yi; (3)
tafsir pada masa perkembangan kebudayaan Islam yang ditandai dengan timbulnya
pemikiran baru.[4]\
Perkembangan kegiatan tafsir dalam beberapa
masa dan atau periodesisai, sekaligus menandakan bahwa kegiatan tafsir ini akan
tetap berlanjut. Sebab, al-Qur’an dengan ke-universalannya itu memerlukan
interpretasi secara terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.
Ayat-ayat al-Qur’an memang perlu ditafsirkan,
terutama ayat-ayat yang sulit dipahami maksud dan maknanya (mutasya>bihat).
Disamping itu, ayat-ayat yang sudah jelas maksud dan maknanya juga perlu
ditafsirkan dalam rangka memperkaya pemahaman terhdap isi al-Qur’an.
Salah satu
term dari ayat-ayat al-Quran yang menarik untuk ditafsirkan adalah tentang al-ummiy,
khususnya masalah ke-ummiy-an Rasulullah saw., sebagaimana yang tertuan
dalam QS. Al-A‘raf [7]: 157. Para ulama masih berselisih paham tentang ke-ummiy-an
Rasulullah, karena kata ummiy selain bisa berkonotasi
tidak pandai membaca dan menulis maupun yang menunjuk kelompok masyarakat yakni
penduduk Mekkah, juga bisa berarti “ahli kitab”. “Yahudi dan Nasrani”, yang
tidak mengetahui isi kitab mereka, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Allah di
dalam QS. Al-baqarah [2]: 78.[5]
Demikian pula pendapat Al-Thabathabai, dalam mengartikan
ummiy (أمي ) sebagai “orang yang tidak bisa membaca dan
menulis”, di samping mengandung pengertian lain, yaitu “penduduk Mekkah” atau “ummul-Qura>”
dan selain “ahli kitab”, sebagaimana di dalam QS. A<li ‘Imra>n [3]: 75.[6]
Kalau
memang benar bahwa Nabi Muhammad buta huruf, lalu kenapa malaikat jibril
menyuruh Muhammad membaca? Padahal kalau kita umpamakan menyuruh orang untuk
mengerjakan sesuatu atau sebagai contoh kita menyuruh orang membaca sebuah buku
sudah tentu yang kita suruh adalah orang yang sudah dapat membaca, bukan orang
yang buta huruf. Kemudian bagaimana dengan peristiwa Nabi Muhammad ketika
menerima wahyu yang pertama, beliau disuruh membaca oleh malaikat Jibril,
tentunya Nabi Muhammad bukan manusia yang buta huruf? Apakah mungkin manusia
yang tidak dapat membaca disuruh membaca? Mungkin orang yang tidak setuju
dengan ini, akan berargumen bahwa Nabi Muhammad dibimbing oleh Allah, sehingga
beliau akhirnya dapat membaca Al-Quran seperti yang disuruh oleh malaikat
Jibril. Argument ini juga ada kelemahannya, sebab Al-Quran turun dalam bahasa
Arab jadi mustahil Nabi Muhammad tidak mampu berbahasa Arab dan tidak mampu
membaca, dilain pihak pada masa masyarakat Mekah sebelum Islam sudah mempunyai
kebiasaan bersyair dan menuliskannya, di pihak lain Nabi Muhammad berasal dari
keluarga ningrat, dan pada waktu itu para keluarga ningrat mempunyai kebiasaan
menyusukan anak-anak mereka kepada wanita lain, tidak itu saja para ningrat
Mekah mempunyai lembaga pendidikan yang bernama kuttab, kuttab adalah tempat
pendidikan bagi kaum ningrat Mekkah. Jadi mustahil sebagai seorang ningrat Nabi
Muhammad tidak mengecap pendidikan kuttab?
Fakta lain, Abu Thalib paman Nabi adalah orang yang sangat perhatian
terhadap pendidikan anak-anak mereka, contoh Ali bin Abi Thalib abu thalib yang
dijuluki gudang ilmu, dari sini saja dapat kita pahami bahawa keluarga Nabi
Muhammad sangat peduli terhadap pendidikan. Abu Thalib sangat perhatian kepada
Nabi Muhammad, hal ini dibuktikan dengan membela Nabi dari ancaman kaum Quraisy
sampai akhir hayatnya. Abu Thalib sangat sayang kepada Nabi Muhammad, lalu
pertanyaan yang timbul adalah apakah orang yang disayangnya akan dibiarkan
dalam kebodohan dan buta huruf? Tentu jawabnya adalah tidak,
Padahal,
secara konsep keyakinan tentang kerasulan Nabi Muhammad mempunyai sifat yang
sangat baik dan menjadi contoh bagi umatnya, sifat itu adalah siddik, amanah,
tabliq, fathanah. Kalau konsep ini kita hubungankan atau kita adu dengan
pemahaman kita selama ini yang terlanjur meyakini bahwa Nabi Muhammad buta
huruf, tentu sangat berlawanan, apakah mungkin seorang Nabi yang
fathanah/cerdas dianggap buta huruf? Dari sisi pandang ini saja, sebenarnya
dapat kita pahami bahwa anggapan Nabi sebagai buta huruf terbantahkan dengan
sendirinya oleh sifat fathanah Nabi Muhammad. Kalau memang Nabi Muhammad fatha>nah,
seharusnya stempel buta huruf/ummi yang kita sematkan kepada Nabi tidak perlu
ada, sebab akan menjadi kontradiksi sifat, apakah masuk akal, kalau kita
menyematkan sifat fatha>nah kepada seseorang, kemudian di sisi lain kita
menyematkan kepadanya dengan sifat bodoh/buta huruf?
Untuk memberikan penjelasan yang lebih
terperinci terhadap masalah tersebut. Maka diperlukan pembahasan dan penelitian
terkait masalah “wawasan al-Qur’an tentang al-ummiy.”
B. Rumusan
dan Batasan Masalah
Untuk mengetahui secara lebih detail tentang
makna dari term al-Ummiy dalam al-Qur’an, maka kajian ini berusaha
menggali petunjuk al-Qur'an yang berkaitan dengan al-Ummiy. Sebagai
rumusan dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:\
1. Apa pengertian al-ummiy?
2. Bagaimana pandangan al-Qur’an
tentang al-ummiy?
3. Apa manfaat dan tujuan
memahami al-ummiy?
C. Pengertian
Judul
Untuk
lebih memahami dengan baik skripsi ini, maka beberapa istilah akan diuraikan
yang terkait langsung dengan judul penelitian ini. Penjelasan dimaksudkan untuk
menghindari kesalahpahaman dan kesimpangsiuran dalam memberikan interpretasi
terhadap pembahasan skripsi yang berjudul “Wawasan
al-Qur’an Tentang al-Ummiy” (Sebuah Kajian Maudu>’i). sebagai langkah awal untuk
membahas isi skripsi ini, sebagai berikut:
a.
Wawasan
Kata wawasan berasal dari kata “wawas” yang
berarti: meneliti, meninjau, memandang, mengamati. Kemudian ditambah dengan
akhiran “an” menjadi “wawasan” artinya: tinjauan, pandangan, konsepsi dan cara
pandang.[7]
b.
Al-Qur’an
Dilihat dari perspektif bahasa, al-Qur’an berasal dari kata (قرأ, يقرأ,
قرآنا) yang berarti membaca,[8] mengumpulkan atau
menghimpun.[9] Menurut ulama ushul
fiqh adalah kalam Allah yang diturunkan olehnya melalui perantaraan
Malaikat jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafaz
yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasul, menjadi undang-undang
bagi manusia yang mengikutinya.[10]
Sedangkan definisi al-Qur’an menurut ulama ulum al-Qur’an adalah kalam
Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muh}ammad saw. Dan termaktub dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir
dan ketika seseorang membaca bernilai pahala.[11]\
c.
Al-Ummiy
Kata ummiy (أمي ) di dalam bentuk tunggal semuanya
menggambarkan keadaan Nabi Muhammad saw. Yang disebut sebagai rasul dan nabi
yang ummiy (أمي
). Penggunaan kata ummiy
(أمي ) pada kedua ayat tersebut menunjukkan keadaan Nabi Muhammad saw. yang tidak pandai membaca dan menulis.[12]
d.
Tafsir Maudu>’i
Tafsir maudu>’i adalah metode
tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an tentang tema tertentu. Karena
itu, tafsir ini juga dinamakan tafsir tematik. Metode ini menghimpun seluruh
ayat yang berhubungan dengan tema yang dimaksud, lalu menganalisanya lewat
ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas, kemudian lahirlah
konsep yang utuh dari al-Qur’an tentang tema tersebut.[13]
Berdasarkan definisi‑definisi di atas, maka penulis
dalam skripsi ini akan membahas tentang term Al-Ummiy yang terdapat
dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode tafsir maudu>’i.
D.
Tinjauan
Pustaka
Sehubungan dengan persoalan di atas, penulis
menggunakan berbagai literatul yang ada, di antaranya :
1.
Ahmad
Mushthafa al-Mara>ghi, dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Mara>giy.
Tafsir ini memberikan penafsiran mirip dengan tafsir al-Azhar, akan tetapi
mempunyai perbedaan dalam memberikan penjelasan dari setiap ayat yang ada dalam
al-Qur’ân al-Karîm akan tetapi mempunyai makna yang sama dalam rangka memaknai
ayat itu karena kedua-duanya didasari oleh ayat Alquran.
2. Muhammad Quraish Shihab,
dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudu>’i Atas Pelbagai Persoalan
Umat, (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 2005 M).
3. Muhammad Quraish Shihab,
dalam Tafsir Al-Mishba>h: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,
(Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati, 2011 M).
4. Abu al-Fida> Isma‘il
ibn ‘Umar ibn Kasti>r al-Qarasyiy al-Dimasyqiy, (700-774 H), dalam kitab
Tafsirnya yang berjudul Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m.
5.
Muhammad Quraish Shihab, dkk. Ensiklopedia
Al-Qur’an: Kajian Kosakata. (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007).
Dari hasil pelacakan penulis terhadap buku-buku tersebut, nampaknya
term al-Ummiy ini belum dibahas secara spesifik, karena hanya
diungkapkan secara umum saja, yaitu dengan menggunakan metode tafsir tahlili
dan atau ijmali. Maka penelitian ini sangat urgen untuk dilakukan
demi mendapatkan informasi yang utuh dan menyeluruh mengenai term al-Ummiy dalam
al-Qur’an.
E.
Metodologi
Penelitian
Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk
mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan
metodologi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang
terdapat dalam penelitian.[14]
Dalam hal ini penulis menggunakan metode :
1. Metode
Pendekatan
Untuk menganalisa data yang ada,
dibutuhkan metode pendekatan yang tepat untuk mendapatkan pemahaman yang utuh,
sebagai berikut:
a. Metode
pendekatan historis, yaitu penulis dalam mendekati dan menguraikan suatu
masalah dengan melihat latar belakang sejarahnya.
b. Metode
pendekatan filosofis, yaitu suatu pendekatan dengan penganalisaan yang
mendalam, kritis dan sistematis untuk
menentukan nilai-nilai kebenaran demi mendapatkan gambaran yang
benar tentang kajian yang diuraikan.
c. Metode exegesis,
yaitu suatu pendekatan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan
al-Ummiy dengan membandingkan beberapa
pendapat para ulama tafsir. karena penelitian ini terkait dengan tema tertentu
dalam al-Qur’an sehingga metode yang akan digunakan adalah metode tematik (maud}u>’i)
yaitu mengumpulkan semua ayat-ayat yang memiliki term dan tujuan yang
sama.
2. Metode
pengumpulan data
Dalam mengumpulkan data ini, penulis
menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yakni
penulis mengumpulkan data dengan membaca buku-buku kepustakaan yang ada
hubungannya dengan pembahasan skripsi ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
dua cara, yaitu:
a. Kutipan
langsung, yakni kutipan yang bersumber dari buku bacaan dan data yang sesuai
dengan aslinya.
b. Kutipan tidak
langsung, yakni kutipan yang bersumber dari buku-buku bacaan dan data yang
dikutip penulis dengan mengubah redaksinya dan memberikan pengertian yang
dimaksud dengan tujuan yang sama baik berupa ikhtisar maupun berupa ulasan.
Penulis juga menggunakan program al-Maktabah
al-Sya>milah (المكتبة
الشاملة) dalam pengumpulan data yang terkait, kemudian mengkonfimasikan
kepada kitab aslinya. Dan sebagai sumber pokoknya adalah Al-Qur’an dan
penafisrannya, serta sebagai penunjangnya yaitu buku-buku ke-Islaman dan artikel-artikel
yang membahas secara khusus tentang al-Ummiy dan buku-buku yang membahas secara
umum dan implisitnya mengenai masalah yang dibahas.
3. Metode
pengolahan dan analisis data
Dalam pengolahan data yang dikumpulkan, maka
penulis menggunakan beberapa teknik berfikir dalam menyusun skripsi ini,
sehingga data dapat dianalisis dengan menggunakan teknik tersebut, yaitu
sebagai berikut:
a. Induktif, yakni suatu metode
penelitian yang bertitik tolak pada masalah yang bersifat khusus dan
dikonklusikan pada rumusan yang bersifat umum.
b. Deduktif, yakni suatu metode
analisis data yang bersifat umum untuk disimpulkan menjadi kesimpulan yang
bersifat khusus.
c. Komparatif, yakni metode
analisis data dengan cara menghubungkan variabel-variabel penting untuk
mendapatkan suatu pendapat yang inti terhadap obyek yang dibahas.
F.
Tujuan
dan Kegunaan Pemulisan
1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan disamping untuk
memenuhi tugas final mata kuliah Metode Penelitian Tafsir, juga untuk
mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai makna dan kandungan dari
lafaz} al-Ummiy yang terdapat dalam al-Qur’a>n. Penelitian ini
kemudian akan menghasilkan sebuah kesimpulan setelah mengkaji ayat-ayat yang
terkait. Diharapkan kesimpulan yang dihasilkan dapat diimplimentasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
2.
Kegunaan Penelitian
-
Meningkatkan wawasan dan
pemahaman mengenai konsep al-Ummiy dalam al-Qur’an dan upaya untuk
memberikan kontribusi dalam kajian akademik dalam rangka mengimplementasikan
ajaran-ajaran al-Qur’an.
G.
Garis-garis
besar Isi Skripsi
Untuk
memberikan gambaran awal tentang kajian skripsi ini, maka terlebih dahulu
dikemukakan intisari pembahasan yang terdapat dalam bab dan sub babnya sebagai
berikut :
Bab
pertama, merupakan bab pendahuluan yang diistilahkan dengan draft atau proposal
awal yang mengantar pada obyek kajian. Karena itu, muatannya secara sistematis bermula dari
latar belakang, rumusan masalah, pengertian judul dan ruang lingkup pembahasan,
tinjauan pustaka, metode pembahasan, tujuan dan kegunaan, serta garis-garis
besar isi skripsi. Kesemua penjelasan-penjalasan tentang sub bahasan ini telah
diuraikan terdahulu.
Dalam bab kedua, dikemukakan tentang tinjauan umum tentang
Al-Umiy, sebagai bab yang bersifat pengantar untuk pembahasan inti yang
terletak pada bab ketiga dan keempat. Pada bab kedua bagian-bagiannya meliputi
tentang; pengertian dan ruang lingkup Al-Ummiy;
Pada bab tiga, menguraikan tentang ayat-ayat yang
berkenaan dengan Al-Ummiy dan pembagian/jenis-jenis Al-Ummiy itu
sendiri. Dalam bab ini, dikemukakan term-term ayat-ayat yang menunjukkan makna Al-Ummiy
serta eksistensinya dalam al-Qur’an.
Pada bab empat, adalah bab analisis, di mana ayat-ayat tentang Al-Ummiy yang termaktub
dalam bab tiga, dijelaskan secara
tematik. Karena demikian halnya, maka pada bab empat dijelaskan tentang; manfaat dan tujuan
Al-Ummiy; sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt.
Pada bab kelima, yang
merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari uraian-uraian skripsi ini
kemudian dikemukakan beberapa saran sehubungan persoalan yang telah dibahas.
KOMPOSISI BAB
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan dan Batasan Masalah
C. Pengertian Judul
D. Metodologi Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Tujuan Penelitian
G. Garis-garis Besar Isi Skripsi
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AL-ISTI’AªAH
A. Pengertian Al-Ummiy
B. Hakikat Al-Ummiy
BAB III AYAT-AYAT AL-ISTI’AªAH DALAM AL-QUR’AN
A. Term-term yang menunjukkan makna Al-Ummiy
B. Jenis-jenis Al-Ummiy dalam al-Qur’an
C. Eksistensi Al-Ummiy dalam al-Qur’an
BAB IV KEUTAMAAN, FUNGSI DAN TUJUAN AL-ISTI’AªAH
1. Keutamaan Al-Ummiy Fungsi al-Isti’a©ah
2. Tujuan Al-Ummiy
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Departeman
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga Cet. IV;
Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Departemen
Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci
al-Qur’an, 1992.
Golziher,
Ignaz dalam Josefph Schaht, An Introduction to Islamic Law Oxford:
Clarendon Press, 1964.
Ibnu
Zakariya, Abu al-Husain Ahmad ibn al-Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughat
al-‘Arabiyyah, Juz II Mesir: Dar al-Fikr, t.th.
Khallaf,
Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh diterjemahkan oleh Muhammad Zuhri dan
Ahmad Qarib Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994
Munawwir,
Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia Cet. I; Yogyakarta:
Pondok Pesantren Munawwir, 1994.
Al-Salih,
Subhi, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’an Beirut: Dar al-Ilm, 1977.
Shihab, M. Quraish, dkk. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata. Cet.
I; Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Shihab,
M. Quraish, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat Cet. XII; Bandung; Mizan, 1996.
Usman,
Husaini, Metodologi Penelitian Sosial, Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Al-Zahabi,
Muhammad Husain, al-Tafsir wa al-Mufassiru>n, juz I Cet. II; t.t: Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1976.
Al-Zarqani,
Muhammad ‘Abd al-Adzim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz 1 Cet.
I; Daar al-Qutaibah, 1998 M/1418 H.
[1]Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek
Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992}), Hal. 391.
[2]Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat (Cet. XII; Bandung; Mizan, 1996), Hal. 21.
[3]Lihat Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassiru>n, juz
I (Cet. II; t.t: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1976), Hal. 32.
[4]Demikian yang diungkapkan Ignaz Golziher dalam Josefph Schaht, An
Introduction to Islamic Law (Oxford: Clarendon Press, 1964), Hal. 4-5.
[5]M. Quraish Shihab, dkk. Ensiklopedia
Al-Qur’an: Kajian Kosakata. (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007). Hal.
1039.
[6]Ibid
[7]Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Edisi Ketiga (Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 1271.
[8]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia (Cet. I;
Yogyakarta: Pondok Pesantren Munawwir, 1994), h. 1184.
[9] Abu al-Husain Ahmad ibn al-Faris ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis
al-Lughat al-‘Arabiyyah, Juz II (Mesir: Dar al-Fikr, t.th.), h. 1184.
[10] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh diterjemahkan oleh
Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994), h. 18.
[11] Subhi al-Salih, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’an (Beirut: Dar
al-Ilm, 1977), h. 21.
[12]op.cit., Hal. 1038
[13] Muhammad ‘Abd al-Adzim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum
al-Qur’an, Juz 1 (Cet. I; Daar al-Qutaibah, 1998 M/1418 H), h. 33.
[14]Lihat Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Cet. I; Jakarta:
Bumi Aksara, 1996), h. 42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar