Rabu, 17 April 2013

Wawasan al-Qur’an Tentang al-Ummiy (Sebuah Kajian Tafsir Maudu>‘i).



DRAFT SKRIPSI
Identitas Mahasiswa
Nama               : Muh. Syarifuddin
Nim                 : 30300110023
Fak/Jur            : Ushuluddin dan Filsafat/Tafsir Hadis
Judul                : Wawasan al-Qur’an Tentang al-Ummiy (Sebuah Kajian Tafsir Maudu>‘i).
A.  Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci Umat Islam yang senantiasa dijaga keotentikannya oleh Allah swt., sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-H{ijr (15): ayat 9 sebagai berikut :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ 9
Terjemahnya :
            Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya.[1]
            Demikianlah jaminan yang diberikan atas kitab suci ini sehingga setiap muslim harus percaya bahwa apa yang dibaca dan didengarnya sebagai al-Qur’an yang ada sekarang tidak berbeda sedikit pun dengan apa yang pernah dibaca oleh Rasulullah saw., dan yang didengar serta dibaca oleh para sahabat Nabi saw.[2] Sebagai kitab suci, al-Qur’an harus dibaca, diamalkan isinya, dan dijadikan sebagai way of life (pedoman hidup) yang memberikan petunjuk dalam berbagai persoalan, seperti persoalan-persoalan akidah, syariah, akhlak. Dan selainnya. Di samping itu, al-Qur’an juga meletakkan dasar-dasar prinsipil atas persoalan-persoalan tersebut.
Dalam upaya memahami al-Qur’an Ia perlu ditafsirkan, dan penafsir pertama al-Qur’an adalah Nabi saw. Beliau adalah mubayyin (pemberi penjelasan) atas ayat-ayat al-Qur’an kepada para sahabat dan Umatnya. Sepeninggal Nabi saw., kegiatan tafsir dilanjutkan oleh para sahabatnya, kemudian para tabi‘in, atba’ al-tabi‘in, para ulama dari atba’-atba’ al-tabi‘in secara turun temurun sampai sampai saat ini. Itu berarti bahwa kegiatan tafsir tidak pernah berhenti dan justru telah mengalami dinamika sejarah perkembangan.
Al-Z{ahabi, membagi sejarah perkembangan tafsir atas tiga masa, yakni (1) Tafsir pada masa nabi saw., dan sahabatnya yang perkembangannya berupa tafsi>r bi al-ma’s}u>r; (2) Tafsir pada masa tabi‘in yang inti perkembangannya ditandai dengan madrasah-madrash tafsir; (3) Tafsir pada masa pembukuan yang inti perkembangannya ditandai masuknya cerita-cerita Isra‘ilyyat yang merupakan batu loncatan tafsir bi al-ra’yi.[3] Juga Goldziher membagi sejarah sejarah oerkembangan tafsir dalam tiga masa, yakni; (1) tafsir pada masa madzhab-madzhab (aliran) tafsir bi al-ma’tsur; (2) tafsir pada masa perkembangan menuju madzhab-madzhab ahl al-ra’yi; (3) tafsir pada masa perkembangan kebudayaan Islam yang ditandai dengan timbulnya pemikiran baru.[4]\
Perkembangan kegiatan tafsir dalam beberapa masa dan atau periodesisai, sekaligus menandakan bahwa kegiatan tafsir ini akan tetap berlanjut. Sebab, al-Qur’an dengan ke-universalannya itu memerlukan interpretasi secara terus menerus sesuai dengan perkembangan zaman yang ada.
Ayat-ayat al-Qur’an memang perlu ditafsirkan, terutama ayat-ayat yang sulit dipahami maksud dan maknanya (mutasya>bihat). Disamping itu, ayat-ayat yang sudah jelas maksud dan maknanya juga perlu ditafsirkan dalam rangka memperkaya pemahaman terhdap isi al-Qur’an.
Salah satu term dari ayat-ayat al-Quran yang menarik untuk ditafsirkan adalah tentang al-ummiy, khususnya masalah ke-ummiy-an Rasulullah saw., sebagaimana yang tertuan dalam QS. Al-A‘raf [7]: 157. Para ulama masih berselisih paham tentang ke-ummiy-an Rasulullah, karena kata ummiy selain bisa berkonotasi tidak pandai membaca dan menulis maupun yang menunjuk kelompok masyarakat yakni penduduk Mekkah, juga bisa berarti “ahli kitab”. “Yahudi dan Nasrani”, yang tidak mengetahui isi kitab mereka, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Allah di dalam QS. Al-baqarah [2]: 78.[5]
Demikian pula pendapat Al-Thabathabai, dalam mengartikan ummiy (أمي  ) sebagai “orang yang tidak bisa membaca dan menulis”, di samping mengandung pengertian lain, yaitu “penduduk Mekkah” atau “ummul-Qura>” dan selain “ahli kitab”, sebagaimana di dalam QS. A<li ‘Imra>n [3]: 75.[6]
Kalau memang benar bahwa Nabi Muhammad buta huruf, lalu kenapa malaikat jibril menyuruh Muhammad membaca? Padahal kalau kita umpamakan menyuruh orang untuk mengerjakan sesuatu atau sebagai contoh kita menyuruh orang membaca sebuah buku sudah tentu yang kita suruh adalah orang yang sudah dapat membaca, bukan orang yang buta huruf. Kemudian bagaimana dengan peristiwa Nabi Muhammad ketika menerima wahyu yang pertama, beliau disuruh membaca oleh malaikat Jibril, tentunya Nabi Muhammad bukan manusia yang buta huruf? Apakah mungkin manusia yang tidak dapat membaca disuruh membaca? Mungkin orang yang tidak setuju dengan ini, akan berargumen bahwa Nabi Muhammad dibimbing oleh Allah, sehingga beliau akhirnya dapat membaca Al-Quran seperti yang disuruh oleh malaikat Jibril. Argument ini juga ada kelemahannya, sebab Al-Quran turun dalam bahasa Arab jadi mustahil Nabi Muhammad tidak mampu berbahasa Arab dan tidak mampu membaca, dilain pihak pada masa masyarakat Mekah sebelum Islam sudah mempunyai kebiasaan bersyair dan menuliskannya, di pihak lain Nabi Muhammad berasal dari keluarga ningrat, dan pada waktu itu para keluarga ningrat mempunyai kebiasaan menyusukan anak-anak mereka kepada wanita lain, tidak itu saja para ningrat Mekah mempunyai lembaga pendidikan yang bernama kuttab, kuttab adalah tempat pendidikan bagi kaum ningrat Mekkah. Jadi mustahil sebagai seorang ningrat Nabi Muhammad tidak mengecap pendidikan kuttab?
Fakta lain, Abu Thalib paman Nabi adalah orang yang sangat perhatian terhadap pendidikan anak-anak mereka, contoh Ali bin Abi Thalib abu thalib yang dijuluki gudang ilmu, dari sini saja dapat kita pahami bahawa keluarga Nabi Muhammad sangat peduli terhadap pendidikan. Abu Thalib sangat perhatian kepada Nabi Muhammad, hal ini dibuktikan dengan membela Nabi dari ancaman kaum Quraisy sampai akhir hayatnya. Abu Thalib sangat sayang kepada Nabi Muhammad, lalu pertanyaan yang timbul adalah apakah orang yang disayangnya akan dibiarkan dalam kebodohan dan buta huruf? Tentu jawabnya adalah tidak,
Padahal, secara konsep keyakinan tentang kerasulan Nabi Muhammad mempunyai sifat yang sangat baik dan menjadi contoh bagi umatnya, sifat itu adalah siddik, amanah, tabliq, fathanah. Kalau konsep ini kita hubungankan atau kita adu dengan pemahaman kita selama ini yang terlanjur meyakini bahwa Nabi Muhammad buta huruf, tentu sangat berlawanan, apakah mungkin seorang Nabi yang fathanah/cerdas dianggap buta huruf? Dari sisi pandang ini saja, sebenarnya dapat kita pahami bahwa anggapan Nabi sebagai buta huruf terbantahkan dengan sendirinya oleh sifat fathanah Nabi Muhammad. Kalau memang Nabi Muhammad fatha>nah, seharusnya stempel buta huruf/ummi yang kita sematkan kepada Nabi tidak perlu ada, sebab akan menjadi kontradiksi sifat, apakah masuk akal, kalau kita menyematkan sifat fatha>nah kepada seseorang, kemudian di sisi lain kita menyematkan kepadanya dengan sifat bodoh/buta huruf?
Untuk memberikan penjelasan yang lebih terperinci terhadap masalah tersebut. Maka diperlukan pembahasan dan penelitian terkait masalah “wawasan al-Qur’an tentang al-ummiy.”
B. Rumusan dan Batasan Masalah
Untuk mengetahui secara lebih detail tentang makna dari term al-Ummiy dalam al-Qur’an, maka kajian ini berusaha menggali petunjuk al-Qur'an yang berkaitan dengan al-Ummiy. Sebagai rumusan dan batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:\
1.      Apa pengertian al-ummiy?
2.      Bagaimana pandangan al-Qur’an tentang al-ummiy?
3.      Apa manfaat dan tujuan memahami al-ummiy?
C. Pengertian Judul
Untuk lebih memahami dengan baik skripsi ini, maka beberapa istilah akan diuraikan yang terkait langsung dengan judul penelitian ini. Penjelasan dimaksudkan untuk menghindari kesalahpahaman dan kesimpangsiuran dalam memberikan interpretasi terhadap pembahasan skripsi yang berjudul Wawasan al-Qur’an Tentang al-Ummiy” (Sebuah Kajian Maudu>’i). sebagai langkah awal untuk membahas isi skripsi ini, sebagai berikut:
a.       Wawasan
Kata wawasan berasal dari kata “wawas” yang berarti: meneliti, meninjau, memandang, mengamati. Kemudian ditambah dengan akhiran “an” menjadi “wawasan” artinya: tinjauan, pandangan, konsepsi dan cara pandang.[7]
b.      Al-Qur’an
Dilihat dari perspektif bahasa, al-Qur’an berasal dari kata (قرأ, يقرأ, قرآنا) yang berarti membaca,[8] mengumpulkan atau menghimpun.[9] Menurut ulama ushul fiqh adalah kalam Allah yang diturunkan olehnya melalui perantaraan Malaikat jibril ke dalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah dengan lafaz yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasul, menjadi undang-undang bagi manusia yang mengikutinya.[10]
Sedangkan definisi al-Qur’an menurut ulama ulum al-Qur’an adalah kalam Allah yang bersifat mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muh}ammad saw. Dan termaktub dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir dan ketika seseorang membaca bernilai pahala.[11]\
c.    Al-Ummiy
Kata ummiy  (أمي  ) di dalam bentuk tunggal semuanya menggambarkan keadaan Nabi Muhammad saw. Yang disebut sebagai rasul dan nabi yang ummiy  (أمي  ). Penggunaan kata ummiy (أمي  ) pada kedua ayat tersebut menunjukkan keadaan Nabi Muhammad saw. yang tidak pandai membaca dan menulis.[12]
d.    Tafsir Maudu>’i
Tafsir maudu>’i adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban al-Qur’an tentang tema tertentu. Karena itu, tafsir ini juga dinamakan tafsir tematik. Metode ini menghimpun seluruh ayat yang berhubungan dengan tema yang dimaksud, lalu menganalisanya lewat ilmu-ilmu bantu yang relevan dengan masalah yang dibahas, kemudian lahirlah konsep yang utuh dari al-Qur’an tentang tema tersebut.[13]
Berdasarkan definisi‑definisi di atas, maka penulis dalam skripsi ini akan membahas tentang term Al-Ummiy yang terdapat dalam al-Qur’an dengan menggunakan metode tafsir maudu>’i.
D.    Tinjauan Pustaka
Sehubungan dengan persoalan di atas, penulis menggunakan berbagai literatul yang ada, di antaranya :
1.      Ahmad Mushthafa al-Mara>ghi, dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Mara>giy. Tafsir ini memberikan penafsiran mirip dengan tafsir al-Azhar, akan tetapi mempunyai perbedaan dalam memberikan penjelasan dari setiap ayat yang ada dalam al-Qur’ân al-Karîm akan tetapi mempunyai makna yang sama dalam rangka memaknai ayat itu karena kedua-duanya didasari oleh ayat Alquran.
2.      Muhammad Quraish Shihab, dalam Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudu>’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Cet. XVI; Bandung: Mizan, 2005 M).
3.      Muhammad Quraish Shihab, dalam Tafsir Al-Mishba>h: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, (Cet. IV; Jakarta: Lentera Hati, 2011 M).
4.      Abu al-Fida> Isma‘il ibn ‘Umar ibn Kasti>r al-Qarasyiy al-Dimasyqiy, (700-774 H), dalam kitab Tafsirnya yang berjudul Tafsi>r al-Qur’a>n al-‘Az}i>m.
5.      Muhammad Quraish Shihab, dkk. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata. (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007).
Dari hasil pelacakan penulis terhadap buku-buku tersebut, nampaknya term al-Ummiy ini belum dibahas secara spesifik, karena hanya diungkapkan secara umum saja, yaitu dengan menggunakan metode tafsir tahlili dan atau ijmali. Maka penelitian ini sangat urgen untuk dilakukan demi mendapatkan informasi yang utuh dan menyeluruh mengenai term al-Ummiy dalam al-Qur’an.
E.     Metodologi Penelitian
Metode ialah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu, yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi ialah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan yang terdapat dalam penelitian.[14] Dalam hal ini penulis menggunakan metode :
1.      Metode Pendekatan
Untuk menganalisa data yang ada, dibutuhkan metode pendekatan yang tepat untuk mendapatkan pemahaman yang utuh, sebagai berikut:
a.       Metode pendekatan historis, yaitu penulis dalam mendekati dan menguraikan suatu masalah dengan  melihat latar  belakang sejarahnya.
b.      Metode pendekatan filosofis, yaitu suatu pendekatan dengan penganalisaan yang mendalam,  kritis  dan sistematis  untuk  menentukan nilai-nilai kebenaran demi mendapatkan gambaran yang benar  tentang kajian yang diuraikan.
c.       Metode exegesis, yaitu suatu pendekatan dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan al-Ummiy  dengan membandingkan beberapa pendapat para ulama tafsir. karena penelitian ini terkait dengan tema tertentu dalam al-Qur’an sehingga metode yang akan digunakan adalah metode tematik (maud}u>’i) yaitu mengumpulkan semua ayat-ayat yang memiliki term dan tujuan yang sama.    
2.      Metode pengumpulan data
Dalam mengumpulkan data ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research), yakni penulis mengumpulkan data dengan membaca buku-buku kepustakaan yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua cara, yaitu:
a.    Kutipan langsung, yakni kutipan yang bersumber dari buku bacaan dan data yang sesuai dengan aslinya.
b.    Kutipan tidak langsung, yakni kutipan yang bersumber dari buku-buku bacaan dan data yang dikutip penulis dengan mengubah redaksinya dan memberikan pengertian yang dimaksud dengan tujuan yang sama baik berupa ikhtisar maupun berupa ulasan.
Penulis juga menggunakan program al-Maktabah al-Sya>milah (المكتبة الشاملة) dalam pengumpulan data yang terkait, kemudian mengkonfimasikan kepada kitab aslinya. Dan sebagai sumber pokoknya adalah Al-Qur’an dan penafisrannya, serta sebagai penunjangnya yaitu buku-buku ke-Islaman dan artikel-artikel yang membahas secara khusus tentang al-Ummiy dan buku-buku yang membahas secara umum dan implisitnya mengenai masalah yang dibahas.
3.      Metode pengolahan dan analisis data
Dalam pengolahan data yang dikumpulkan, maka penulis menggunakan beberapa teknik berfikir dalam menyusun skripsi ini, sehingga data dapat dianalisis dengan menggunakan teknik tersebut, yaitu sebagai berikut:
a.    Induktif, yakni suatu metode penelitian yang bertitik tolak pada masalah yang bersifat khusus dan dikonklusikan pada rumusan yang bersifat umum.
b.    Deduktif, yakni suatu metode analisis data yang bersifat umum untuk disimpulkan menjadi kesimpulan yang bersifat khusus.
c.    Komparatif, yakni metode analisis data dengan cara menghubungkan variabel-variabel penting untuk mendapatkan suatu pendapat yang inti terhadap obyek yang dibahas.
F.     Tujuan dan Kegunaan Pemulisan
1.      Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan disamping untuk memenuhi tugas final mata kuliah Metode Penelitian Tafsir, juga untuk mengembangkan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai makna dan kandungan dari lafaz} al-Ummiy yang terdapat dalam al-Qur’a>n. Penelitian ini kemudian akan menghasilkan sebuah kesimpulan setelah mengkaji ayat-ayat yang terkait. Diharapkan kesimpulan yang dihasilkan dapat diimplimentasikan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Kegunaan Penelitian
-          Meningkatkan wawasan dan pemahaman mengenai konsep al-Ummiy dalam al-Qur’an dan upaya untuk memberikan kontribusi dalam kajian akademik dalam rangka mengimplementasikan ajaran-ajaran al-Qur’an.
G.    Garis-garis besar Isi Skripsi
Untuk memberikan gambaran awal tentang kajian skripsi ini, maka terlebih dahulu dikemukakan intisari pembahasan yang terdapat dalam bab dan sub babnya sebagai berikut :
Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang diistilahkan dengan draft atau proposal awal yang mengantar pada obyek kajian. Karena itu,  muatannya secara sistematis bermula dari latar belakang, rumusan masalah, pengertian judul dan ruang lingkup pembahasan, tinjauan pustaka, metode pembahasan, tujuan dan kegunaan, serta garis-garis besar isi skripsi. Kesemua penjelasan-penjalasan tentang sub bahasan ini telah diuraikan terdahulu.
Dalam bab kedua, dikemukakan tentang tinjauan umum tentang Al-Umiy, sebagai bab yang bersifat pengantar untuk pembahasan inti yang terletak pada bab ketiga dan keempat. Pada bab kedua bagian-bagiannya meliputi tentang;  pengertian dan ruang lingkup Al-Ummiy;
Pada bab tiga, menguraikan tentang ayat-ayat yang berkenaan dengan Al-Ummiy dan pembagian/jenis-jenis Al-Ummiy itu sendiri. Dalam bab ini, dikemukakan term-term ayat-ayat yang menunjukkan makna Al-Ummiy serta eksistensinya dalam al-Qur’an.
Pada bab empat, adalah bab analisis, di mana  ayat-ayat tentang Al-Ummiy yang termaktub dalam bab tiga, dijelaskan secara  tematik. Karena demikian halnya, maka pada bab empat  dijelaskan tentang; manfaat dan tujuan Al-Ummiy; sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt.
Pada bab kelima, yang merupakan bab penutup, berisi kesimpulan dari uraian-uraian skripsi ini kemudian dikemukakan beberapa saran sehubungan persoalan yang telah dibahas.


KOMPOSISI BAB
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
B.     Rumusan dan Batasan Masalah
C.    Pengertian Judul
D.    Metodologi Penelitian
E.     Tinjauan Pustaka
F.     Tujuan Penelitian
G.    Garis-garis Besar Isi Skripsi
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AL-ISTI’AªAH
A.    Pengertian Al-Ummiy
B.     Hakikat Al-Ummiy
BAB III AYAT-AYAT AL-ISTI’AªAH DALAM AL-QUR’AN
A.    Term-term yang menunjukkan makna Al-Ummiy
B.     Jenis-jenis Al-Ummiy dalam al-Qur’an
C.     Eksistensi Al-Ummiy dalam al-Qur’an
BAB IV KEUTAMAAN, FUNGSI DAN TUJUAN AL-ISTI’AªAH
1.      Keutamaan Al-Ummiy Fungsi al-Isti’a©ah
2.      Tujuan Al-Ummiy
BAB V PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA
Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992.
Golziher, Ignaz dalam Josefph Schaht, An Introduction to Islamic Law Oxford: Clarendon Press, 1964.
Ibnu Zakariya, Abu al-Husain Ahmad ibn al-Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughat al-‘Arabiyyah, Juz II Mesir: Dar al-Fikr, t.th.
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh diterjemahkan oleh Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia Cet. I; Yogyakarta: Pondok Pesantren Munawwir, 1994.
Al-Salih, Subhi, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’an Beirut: Dar al-Ilm, 1977.
Shihab, M. Quraish, dkk. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata. Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007.
Shihab, M. Quraish, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat Cet. XII; Bandung; Mizan, 1996.
Usman, Husaini, Metodologi Penelitian Sosial, Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
Al-Zahabi, Muhammad Husain, al-Tafsir wa al-Mufassiru>n, juz I Cet. II; t.t: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1976.
Al-Zarqani, Muhammad ‘Abd al-Adzim, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz 1 Cet. I; Daar al-Qutaibah, 1998 M/1418 H.


[1]Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992}), Hal. 391.
[2]Lihat M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Cet. XII; Bandung; Mizan, 1996), Hal. 21.
[3]Lihat Muhammad Husain al-Zahabi, al-Tafsir wa al-Mufassiru>n, juz I (Cet. II; t.t: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1976), Hal. 32.
[4]Demikian yang diungkapkan Ignaz Golziher dalam Josefph Schaht, An Introduction to Islamic Law (Oxford: Clarendon Press, 1964), Hal. 4-5.
[5]M. Quraish Shihab, dkk. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosakata. (Cet. I; Jakarta: Lentera Hati, 2007). Hal. 1039.
[6]Ibid
[7]Departeman Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga (Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 1271.
[8]Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab Indonesia (Cet. I; Yogyakarta: Pondok Pesantren Munawwir, 1994), h. 1184.
[9] Abu al-Husain Ahmad ibn al-Faris ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughat al-‘Arabiyyah, Juz II (Mesir: Dar al-Fikr, t.th.), h. 1184.
[10] Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh diterjemahkan oleh Muhammad Zuhri dan Ahmad Qarib (Cet. I; Semarang: Dina Utama, 1994), h. 18.
[11] Subhi al-Salih, Maba>his fi Ulu>m al-Qur’an (Beirut: Dar al-Ilm, 1977), h. 21.
[12]op.cit., Hal. 1038
[13] Muhammad ‘Abd al-Adzim al-Zarqani, Manahil al-Irfan fi Ulum al-Qur’an, Juz 1 (Cet. I; Daar al-Qutaibah, 1998 M/1418 H), h. 33.
[14]Lihat Husaini Usman, Metodologi Penelitian Sosial, (Cet. I; Jakarta: Bumi Aksara, 1996), h. 42

Tidak ada komentar:

Posting Komentar