Minggu, 10 November 2013

Sholat Sebagai Solusi Pemberantasan Korupsi



Pemberantasan korupsi yang digembar-gemborkan oleh para politikus dan pemerintah sepertinya belumlah membumi, masih hanya sebatas wacana. Terbukti, berbagai kasus korupsi masih mendera bangsa ini. Aparat penegak hukum sendiri juga terkesan tidak mempunyai political will dalam menjaring para koruptor.
 jaksa pun seperti “ustadz di kampung maling”. Seolah hilang satu tumbuh seribu. Itulah peribahasa yang mungkin tepat menggambarkan fenomena praktik korupsi di Indonesia yang sudah menjangkit di mana-mana, bak jamur di musim hujan. Bahkan disinyalir, masyarakat kini semakin pesimistis bahkan sebagian menjadi permisif atau membiarkan korupsi kian merajalela.
Kondisi memprihatinkan ini semakin menambah ke-tidakpercayaan rakyat kepada pemimpin pemerintahan yang tidak memberikan teladan dalam pemberantasan tindak korupsi. Rasanya malu kita menjadi warga negara Indonesia, jika bangsa kita yang dikenal sebagai bangsa religius (beragama) justru jadi ladang subur praktek-praktek korupsi, kolusi dan kecurangan. Di manakah kredibilitas kita sebagai bangsa yang religius, tetapi malah mentolerir praktik-praktik korupsi? Sehingga tak heran jika bangsa kita ini menempati urutan ketiga sebagai Negara terkorup di dunia dan urutan pertama di asia tenggara. Lalu apakah kita bangga dengan prestasi yang kita raih ini.?
Melihat keprihatinan tersebut, sebagai anak bangsa yang peduli terhadap bangsanya. maka perkenankanlah kami pada kesempatan yang berbahagia ini mengangkat sebuah syarahan yang berjudul :
Sholat Sebagai Solusi Pemberantasan Korupsi
            Korupsi seakan-akan telah menjadi budaya hitam yang menggorogoti setiap lapisan masyarakat di nagara ini. Negara yang dikenal dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Padahal hadirin, fenomena korupsi ini telah diwanti-wanti oleh Allah swt dalm al-Quran surah al-Baqarah ayat 188 sebagai berikut :
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
            Dalam kitab tanwirul muqayyas min tafsiril ibnu ‘abbas, beliau menjelaskan makna kata “al-bathil” dengan syarahan با لظلم والسرقة وا لغصب وا لحلف الكا ذب وغير ذالك , dengan cara menganiaya, mencuri, merampas, sumpah palsu dan lain-lain. Jelas sudah, bahwasnya  korupsi memiliki kriteria al-bathil yang telah dijelaskan oleh Ibnu’Abbas dalam kitab tafisrnya tersubut.
            Mengapa demikian, karena jelas-jelas para koruptor tersebut telah menganiaya rasa keadilan di Negara ini, kemudian jelas-jelas juga mereka telah mencuri harta yang mereka korupsi, lalu jelas-jelas juga mereks telah merampas hak-hak rakyat bangsa ini. Dan tentunya mereka telah melakukan sumpah palsu dan memalsukan data-data dan laporan mereka demi lancarnya aksi korupsi tersebut.
            Akibat dari korupsi tersebut, menyebabkan macetnya kegiatan pembangunan, krisis yang terjadi semakin berkepanjangan, sehingga banyak rakyat yang kian sengsara menahan derita , bahkan mereka rela memakan nasi aking untuk menahan rasa lapar yang melanda. Terjadilah gizi buruk, busung lapar dan wabah penyakit yang terjadi di berbagai belahan tanah air karena kesejahteraan yang seharusnya mereka rasakan harus terampas oleh para koruptor. Pantaslah bila Bank Dunia menyatakan bahwa korupsi adalah salah satu penyebab utama meningkatnya angka kemiskinan, dan dari kemiskinan inilah memicu lahirnya pencurian, perampokan, pembunuhan dan berbagai macam tindak kejahatan lainnya.
            Adakah jalan keluar bagi upaya pemberantasan korupsi di tanah air ini? Apakah perspektif teologis shalat dapat digunakan sebagai landasan dalam upaya pemberantasan korupsi? Sebaik-baik jawaban adalah milik Allah swt. Untuk itu marilah kita dengarkan bersama jawaban Allah swt dalam al-Quran surah al-‘ankabut ayat 45:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
            Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
            Dalam kitab tafsir al-Munir fil aqidah wasysyari’ah wal manhaj, karangan al-ustadz Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam jilid ke-sepuluh halaman 625. Beliau memberikan syarahan tentang ayat tersebut dengan melalui pendapat Abul ‘Aliyah. Menurutnya, sholat memiliki 3 unsur subtantif. Yang jika salah satu unsur tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai shalat. Yang pertama adalah Ikhlas:
فا لا خلا ص يأ مره با لمعروف :
Maka keikhlasannya akan mendorongnya untuk senantiasa melakukan kebaikan.
 kedua Khasy yah(takut):
وا لخشية تنها ه عن المنكر :
Dan rasa takutnya kepada Allah, akan mencegahnya dari perbuatan buruk.
kemudian yang terakhir adalah dzikrullah (mengingat Allah).               
وذ كر الله. ا لقران . يأ مره و ينها ه :
            Dan Dzikrnya pada Allah, bacaan al-Quran, akan senantiasa mengingatkannya untuk mengerjakan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang oleh Allah swt.
            Dalam gerakan dan bacaan shalat juga terkandung hikmah dan symbol spiritual yang dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Maka hendaknya kita tidak hanya melakukan sholat secara ritual namun juga dalam konsep aktual.
            Saat seseorang datang kepada kita dengan menawarkan tawaran-tawaran penebal kantong melalui cara yang bathil, seyogyanya kita mengingat ketika kita takbiratul ihram, mengangkat kedua tangan sepert menampik segala ajakan-ajakan bathil sembari berucap Allahu Akbar, Allah Maha Besar. وما عند الله خير وا بقى ; dan apa yang disisi Allah lebih baik dan kekal. Saat seseorang dating kepada kita dengan tawaran rekening gendut, hendaklah kita kembali mengingat, ketika kita ruku’ merendah diri pada Allah. Sujud menyentuhkan kening kita pada tanah, mengingatkan kepada kita bahwasnya kita ini berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah lagi dengan posisi persis seperti kita berdiri di dalam shalat.
Dan ingatlah selalu, disetiap akhir shalat kita, kita memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri dengan mengucap salam, salam kedamaian, dan salam permberi manfaat. Hendaklah pada tiap penjuru, diri kita ini menjadi salam kedamaian, dan pemberi manfaat. Bukannya sebagai salam yang memberi kerugian pada sesama. Begitu pentingnya sholat, sehingga Khalifah Umar Ibnu Al Khatab mengirim pesannya, “Menurutku, urusan kalian yang paling penting ialah shalat, siapa yang terlalu menjaga dan memeliharanya berarti dia telah memelihara dirinya. Dan siapa yang mengabaikannya, maka urusan yang lain akan terabaikan”.
Aplikasi shalat memang tidak hanya ritual spiritual saja, karena banyak orang Islam yang rutin melakukan shalat, namun korupsi jalan terus, berjudi makin menjadi, berzina tapi tak merasa berdosa.“Islam KTP”, formal dalam identitas manusia tapi belum formal dalam penilaian Allah. Memang ironis kedengarannya, orang shalat kok masih korupsi, itulah orang yang buta nuraninya, disindir sana-sini masih saja buta, seperti tidak ada apa-apa.
Untuk itu, marilah  kita meng-evaluasi diri kita. Sudah benarkah shalat kita?. Sudahkah shalat menjaga kita dari perbuatan korupsi dan perbuatan maksiat lainnya?, sudahkah shalat  menjaga kita saat kesusahan,sudahkah sholat memberi solusi saat kita bimbang? Nurani kita yang akan menjawabnya.
Maka dari itu, mari kita mulai memperbaiki shalat kita, dengan melakukannya secara benar dan khusyuk. Semoga shalat yang kita lakukan mampu mencegah kita kedalam perbuatan keji dan munkar. Dan Semoga kita menjadi orang-orang yang istiqamah dalam shalat sampai akhir hayat.
Akhirnya, tanggung jawab pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama. Untuk itu, perspektif teologis dalam shalat, keteladanan dan tanggung jawab global dalam melawan segala kebusukan korupsi yang menyengsarakan masyarakat mesti harus tetap kita suarakan.


Aku ingin Mencintai dan Melupakanmu dengan Sederhana



Aku ingin Mencintai dan Melupakanmu dengan Sederhana

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Seperti embun hinggap
Di tepian daun dan tanah yang sabar menyambutnya jatuh

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Seperti  mata yang berkedip
Menyambut pagi, dan daun jendela
Yang mengintip matahari

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Seperti gerimis pada jendela dan uap napasmu menulis nama: ‘kita’

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Sepeti waktu yang tak pernah berhenti
Dan senyummu yang mengbadikannya

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Seperti sebuah peluk yang sebentar
Dan satu kecup yang perlahan saja

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana.
Seperti kata ‘rindu’ yang kuucap dan
Kau membalasnya dengan ‘aku juga’

Tapi aku ingin melupakanmu

Aku ingin melupakanmu dengan sederhana.
Sesederhana air mata yang mengalir.
Sesederhana genggam tangan yang terlepas

Tapi aku ingin mencintaimu

*dikutip dari novel karya Bernard Batubara yang berjudul  Cinta. (baca: cinta dengan titik) pada halaman 147-148.
*puisi ini terinspirasi dari puisi yang ditulis oleh Sapardi Djoko Damono, yang berjudul “Aku Ingin”.

Rabu, 17 April 2013

PERANGKAT BUDAYA YANG DIMILIKI MANUSIA dalam persfektif antrpologi qur'ani



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
        Manusia adalah mahluk berbudaya. Berbudaya merupakan kelebihan manusia dibanding mahluk lain. Dengan berbudaya, manusia dapat memenuhi kebutuhan dan menjawab tantangan hidupnya. Manusia menggunakan akal dan budinya dalam berbudaya. Kebudayaan merupakan perangkat yang ampuh dalam sejarah kehidupan manusia yang dapat berkembang dan dikembangkan melalui sikap-sikap budaya yang mampu mendukungnya.
      Konsep kebudayaan membantu dalam membandingkan berbagai mahluk hidup. Isu yang sangat penting adalah kemampuan belajar. Lebah melakukan aktifitasnya hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun dalam bentuk yang sama. Setiap jenis lebah mempunyai pekerjaan yang khusus dan melakukan kegiatannya secara kontinyu tanpa memperdulikan perubahan lingkungan disekitarnya. Lebah pekerja terus sibuk mengumpulkan madu untuk koloninya. Tingkah laku ini sudah terprogram dalam gen mereka yang berubah secara sangat lambat dalam mengikuti perubahan lingkungan di sekitarnya. Perubahan tingkah laku lebah akhirnya harus menunggu perubahan dalam gen. Hasilnya adalah tingkah-laku lebah menjadi tidak fleksibel.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian budaya
2.      Bagaimana pandangan Al-Qur,an tentang budaya
3.      Bagaimana hubungan manusia dengan kebudayaan


BAB I
PERANGKAT BUDAYA YANG DIMILKI MANUSIA
A.  Pengertian Budaya
     Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, kasra, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa Sanskerta budhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi  yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa Inggris , kata budaya berasal dari kata culture, dan dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata cultuur, dalam bahasa Latin, berasal dari kata colera. Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, mengembangkan tanah (bertani).
     Definisi Kebudyaan itu sendiri adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Namun kebudayaan juga dapat kita nikmati dengan panca indera kita. Lagu, tari, dan bahasa merupakan salah satu bentuk kebudayaan yang dapat kita rasakan.
     Kemudian pengertian  ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Berikut pengertian budaya atau kebudayaan dari beberapa ahli: [1]
1.    E.  B.  Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, keseniaan, moral, keilmuaan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2.    R.  Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, dimana unsur pembentuknya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya.
3.    Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem  gagasan, milik diri manusia dengan belajar.
4.    Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
5.    Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang diciptakan oleh manusia.
      Mempelajari pengertian kebudayaan bukan suatu kegiatan yang mudah, mengingat banyaknya batasan konsep dari berbagai bahasa , sejarah, dan sumber bacaannya  atau literaturnya, baik yang berwujud ataupun yang abstrak yang secara jelas menunjukkan jalan hidup bagi kelompok orang (masyarakat). [2]
     Dengan demikian, kebudayaan atau budaya menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia baik material maupun non-material. Sebagia besar ahli yang mengartikan kebudayaan seperti ini kemungkinan besar sangat dipengaruhi oleh pandangan evolusionisme, yaitu suatu teori yang mengatakan bahwa kebudayaan itu akan berkembang dari tahapan yang sederhana menuju tahapan yang lebih kompleks.
B.   Perkembangan dan Komunitas Manusia
      Al-Qur’an tidak menjelaskan secara eksplisit tentang bagaimana manusia yang pada awalnya hanya satu keluarga berkembang sampai ke seluruh pelosok bumi seperti sekarang ini. Karena itu, di sini tidak membicarakan hal itu. Yang dapat dilacak dari al-Qur’an hanyalah sebatas isyarat-isyarat, misalnya tentang laut dan angin yang bertiup yang digunakan manusia untuk berlayar antara Pulau atau Benua. Dari sini mungkin dapat dipahami bahwa kendaraan yang paling utama dalam perkembangan manusia adalah perahu.
      Menyangkut komunitas, ada tiga bentuk ikatan komunitas: pertama, ikatan sosial atas landasan kekeluargaan, kedua, atas dasar keagamaan, dan ketiga komunitas sosial kaum Nabi tertentu. [3]
1.    Komunitas Berbasis Keluarga
      Sejarah panjang kehidupan manusia di bumi telah membuat kenyataan bahwa manusia tidak lagi terkonsentrasi pada satu titik atau ruang tertentu, melainkan telah berkembang dan berpencar  ke seluruh pelosok dunia. Bersamaan dengan itu, telah tumbuh ribuan bahasa, budaya, watak, warna kulit, kepercayaan, dan tingkat kecerdasannya. Dari sisi lain, telah pula melahirkan banyak bangsa dan masing-masing bangsa pula merupakan representasi dari sejumlah suku bangsa. Realitas antropologis ini jelas terlihat dalam firman Allah yang ditujukan umat manusia seluruhnya, bukan hanya kepada orang-orang yang beriman:

$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz  
 Artinya :        
 “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat : 13)
      Syu’ub merupakan kata jamak dari kata sya’b yang bermakna bangsa. Sya’ab merupakan kesatuaan dari sejumlah kabilah atau suku bangsa. Jika diurut dari bawah paling tidak lima tingkatan ikatan sosial, dan paling bawah adalah komunitas terkecil adalah ‘asyirah atau clan, yaitu keluarga. Kumpulan dari keluarga terbentuk bathan atau sib, yaitu kumpulan masyarakat yang kecil yang dilandasi atas hubungan darah dari garis satu kakek. Hubungan seperti itu dapat dikatakan sebagai satu marga.
      Manusia di bumi terdiri dari banyak bangsa. Dalam struktur masyarakat Arab, antara bathan atau marga dan ‘asyirah ada lagi ikatan sosial dari urutan bawah yang disebut fashilah dan fakhizz. Namun dengan memperhatikan apa yang dilakukan Rasulullah setelah turun ayat perintah untuk memberi peringatan kepada ‘asyirah terdekatnya. [4]
      Kedua kesatuan sosial yang disebut terakhir tercakup dalam makna ‘asyirah atau keluarga. Malah lebih jauh mencakup ikatan sosial masyrakat Arab mekkah, ikatan sosial Khuzaimah dipandang sya’ab, Kinanah qabilah, Quraisy ‘imarah, Quraishay bathan, Hasyim fakhizz, dan ‘Abbas fashilah.
2.    Komunitas Berbasis Agama
      Sebagaimana  yang telah disinggung diatas, terdapat pula komunitas manusia yang didasari pada agama atau kenyakinan, bukan atas dasar ikatan kekeluargaan atau politik. Komunitas tersebut ummat. Semua orang Islam yang percaya kepada Allah dan Rasulnya disebut umat Muhammad.
      Pada prinsipnya umat itu satu, yakni suatu komunitas yang memiliki dasar kenyakinan yang sama, yakni agama yang mengajarkan tauhid meskipun lain Nabi dan Rasulnya. Namun prinsip dasar ini dalam kenyataan sejarah selalu dipertengkarkan. Lalu, karena keberadaan manusia dalam proses uji keimanan dan ketaatan, Allah membiarkan hal itu terjadi di dunia. Tetapi semua perilaku manusia yang bertengkar tersebut akan diselesaikan Allah di akhirat kelak. Dalam hal prinsip dasar ini Allah berfirman:

$tBur tb%x. â¨$¨Y9$# HwÎ) Zp¨Bé& ZoyÏmºur (#qàÿn=tF÷z$$sù 4 Ÿwöqs9ur ×pyJÎ=Ÿ2 ôMs)t7y `ÏB šÎi/¢ zÓÅÓà)s9 óOßgoY÷t/ $yJŠÏù ÏmŠÏù šcqàÿÎ=tFøƒs  
Artinya :
      Manusia hanyalah satu umat (satu ajaran dasar), kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari tuhanmu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu (sejak atau ketika di dunia).”[5]
      Ayat ini menyatakan bahwa Allah tidak memberi keputusan atas apa yang mereka perselisikan, padahal setiap perselisihan tetap harus ada penyelesaiannya. Karna itu, dapat dikatakan disini bahwa Allah bukan tidak menyelesaikan perselisihan mereka tentang prinsip tauhid, tetapi menunda penyelesaian di akhirat.
C.   Unsur-Unsur Kebudayaan
     Unsur-unsur kebudayaan meliputi semua kebudayaan di dunia, baik yang kecil, bersahaja dan terisolasi, maupun yang besar, kompleks, dan dengan jaringan hubungan yang luas. Menurut konsep B. Malinowski, kebudayaan di dunia mempunyai tujuh unsur universal, yaitu: [6]
1.    Bahasa
Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa universal seperti bahasa Inggris.
2.    Sistem teknologi
Sistem yang timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.
3.    Sistem mata pencaharian
Terlahir karena manusia memiliki hawa nafsu dan keinginan yang tidak terbatas dan selalu ingin lebih.
4.    Organisasi social
Sistem yang muncul karena kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan kelebihan masing–masing antar individu sehingga timbul rasa utuk berorganisasi dan bersatu.
5.    Sistem pengetahuan
Sistem yang terlahir karena setiap manusia memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu disampaikan agar yang lain juga mengerti.
6.    Religi
Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih dan Maha Kuasa
7.    Kesenian
Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
D.  Subtansi Utama Budaya [7]
      Subtansi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk atau berupa sistem pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan.
1.    Sistem pengetahuan
      Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial merupakan suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami:
a.       Alam sekitarnya
b.      Alam flora di daerah tempat tinggal
c.       Alam fauna di daerah tempat tinggal
d.      Zat-zat bahan mentah, dan benda-benda dalam lingkungannya
e.       Tubuh manusia
f.        Sifat-sifat dan tingkah laku sesama manusia
g.      Ruang dan waktu
2.    Nilai
      Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karna itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai-moral atau etis), religious (nilai agama).
3.    Pandangan hidup
      Pandangan hidup merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau masyrakat dalam menjawab atau mengatasi berbagai masalah yang dihadapinya.
4.    Kepercayaan
      Kepercayaan yang mengandung arti yang lebih luas daripada agama dan kepercayaan terhadap terhadap tuhan yang Maha esa.
5.    Persepsi
      Persepsi atau sudut pandang ialah suatu titik tolak pemikiran yang tersusun dari seperangkat kata-kata yang digunakan untuk memahami kejadian atau gejala dalam kehidupan.
6.    Etos kebudayaan
      Etos atau jiwa kebudayaan (dalam antropolog) berasal dari bahasa Inggris berarti watak khas.






















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
      Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.          
        Kebudayaan merupakan induk dari berbagai macam pranata yang dimiliki manusia dalam hidup bermasyarakat. Etika merupakan bagian dari kompleksitas unsur-unsur kebudayaan. Ukuran etis dan tidak etis merupakan bagian dari unsur-unsur kebudayaan. Manusia membutuhkan kebudayaan, yang didalamnya terdapat unsur etika, untuk bisa menjaga kelangsungan hidup. Manusia yang berbudaya adalah manusia yang menjaga tata aturan hidup
B.   Implikasi
      Demikianlah uraian yang sempat penulis cantumkan dalam makalah ini, mudah-mudahan ada manfaat yang dapat diambil setelah membacanya.
      Akan tetapi penulis yakin bahwa, tidak menutup kemungkinan dalam uarain ini banyak kesalahan-kesalahan yang penulis tidak sadari. Oleh karena itu, penulis harapkan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Djuned, Daniel. Antropologi Al-Qur’an, Jakarta: Erlangga, 2010.
M. Setiadi, Elly. Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Cet. V ; Jakarta: Kencana, 2009.
Sulaeman, M. Munandar. Ilmu Budaya Dasar, Cet. IV ; Bandung: Eresco, 1992.


        [1] Dr. Elly M. Setiadi, M.si., et al,  Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar, Cet. 5 (Jakarta: Kencana, 2009), h. 27-28.

        [2] M. Munandar Sulaeman, Ilmu Budaya Dasar, Cet. 4 (Bandung: Eresco, 1992), h. 10.
        [3] Prof. Dr. Daniel Djuned, Antropologi Al-Qur’an, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 136-145.
        [4] Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat, (QS. 26:214).
        [5] Lihat ( Q.S Yunus: 19)
        [6] Op. cit., h. 13.
        [7] Op .cit., h. 30-33.