Rabu, 17 April 2013

Manusia Sebagai Makhluk Hidup



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di muka bumi ini. Oleh karenanya manusia dijadikan khalifah Tuhan di bumi karena manusia mempunyai kecenderungan dengan Tuhan.
Berbicara dan berdiskusi tentang manusia selalu menarik dan karena selalu menarik, maka masalahnya tidak pernah selesai dalam arti tuntas. Pembicaraan mengenai makhluk psikofisik ini laksana suatu permainan yang tidak pernah selesai, selalu ada saja pertanyaan mengenai manusia.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang terdapat dalam latar belakang masalah, dapat ditarik beberapa rumusan masalah sebagai berikut  :
1. Apa pengertian manusia menurut ilmu psokologi ?
2. Bagaimana al-Quran memberikan pengertian tentang manusia ?
3. Apa-apa saja sifat manusia sebagai makhluk hidup ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Manusia Dalam Perspektif Psikologi
Telah merupakan pendapat psikologi modern bahwa manusia selain merupakan makhluk biologis yang sama dengan makhluk hidup lainnya, adalah juga mkhluk yang mempunyai sifat-sifat tersendiri yang berbeda dengan makhluk dunia lainnya. Oleh karena itu dalam mempelajari manusia kita harus mempunyai sudut pandang yang khusus pula. Kita tidak dapat menjadikan manusia hanya sebagai obyek seperti pandangan kaum materialis, tetapi kita juga tidak dapat mempelajari manusia hanya dari kesadarannya saja seperti pandangan kaum idealis. Manusia adalah obyek yang sekaligus juga subyek. E.Cassirer menyatakan bahwa manusia itu adalah “Makhluk Simbolis” dan Plato merumuskan : “Manusia harus dipelajari bukan dalam kehidupan pribadinya, tetapi dalam kehidupan sosial dan kehidupan politiknya. Sedangkan menurut faham filsafat eksistensialisme : “Manusia adalah eksistensi”. Manusia tidak hanya ada atau berada di dunia ini , tetapi ia secara aktif “mengada”.[1]
Manusia tidak semata-mata tunduk pada kodratnya dan secara pasif menerima keadaanya, tetapi ia selalu secara sadar dan aktif menjadikan ia sesuatu. Proses perkembangan manusia sebagian ditentukan oleh kehendaknya sendiri, berbeda dengan makhluk-makhluk yang lainnya yang sepenuhnya tergantung pada alam. Kebutuhan untuk terus menerus menjadi inilah yang khas manusiawi, dan karena itu pulalah manusia bisa berkarya, bisa mengatur dunia untuk kepentingannya, sehingga timbullah kebudayaan dalam segala bentuknya itu, yang tidak terdapat pada makhluk lainnya. Bentuk-bentuk kebudayaan ini antara lain adalah sistem perekonomian, kehidupan sosial dengan norma-normanya dan kehidupan politik.[2]
Untuk lebih jelasnya bagaimana manusia dipandang oleh psikologi, akan mudah jika membahasnya berdasarkan pandangan aliran-aliran yang berkembang dalam psikologi sampai dengan penghujung abad XX, yang terdapat empat aliran besar dalam psikologi, yaitu:
a) Psikoanalisa (SIGMUND FRUED 1856-1939)
Ketika aliran-aliran penting dalam psikologi sedang berkembang dengan pesatnya mengadakan penelitian-penelitian psikologis secara eksperimental, disaat itu pula muncul pandangan psikologi yang dikembangkan melalui dasar-dasar tinjauan klinis-psikiatris oleh aliran psikoanalisa yang dipelopori oleh Sigmund Frued, seorang yang berkebangsaan Jerman keturunan Yahudi yang dilahirkan pada tanggal 6 Mai 1856 di Freiberg dan meninggal pada 2 september 1939 di London.[3]
Bagi Frued segala bentuk tingkah laku manusia bersumber dari dorongan-dorongan alam bawah sadar. Dialektika antara kesadaran dan ketidaksadaran ini dijelaskan Frued dalam tiga system kejiwaan, dintaranya adalah :
1. Id (das-es), terletak dalam alam bawah sadar dan merupakan dorongan-dorongan primitive, yakni dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan atau dorongan bawaan sejak lahir, seperti dorongan mempertahankan kehidupan (life instinct) dan dorongan untuk mati (death instinct). Bentuk dorongan hidup adalah dorongan agresi seperti keinginan menyerang , berkelahi, dan marah.
2. superegon (das-ueber ich) merupakan kebalikan atau lawan dari Id (das-es). Superego sepenuhnya dibentuk oleh kebudayaan atau hasil pembelajaran dan dipengaruhi oleh pengalaman. Segala norma-norma yang diperoleh melalui pendidikan menjadi pengisi dalam sistem superego, sehingga superego penuh dengan dorongan-dorongan untuk melakukan kebaikan, mengikuti norma-norma masyarakat
3. Ego (das-ich), bisa dikatakan sebagai sintesis dari peperangan antara Id dan Superego. Ego berfungsi sebagai penjaga, mediator atau bahkan pendamai dari dua kekuatan yang berlawanan ini. Ego hanya menjalankan prinsip hidup secara realistis, yakni kemampuan untuk menyesuaikan dorongan-dorongan Id dan Superego dengan kenyataan di dunia luar. Jika Ego terlalu dikuasai oleh Id maka orang itu mengidap “Psikoneurosis”(tidak dapat mengeluarkan dorongan primitifnya). Untuk itu pada satu sisi Ego dapat berfungsi sebagai motifasi diri, namun pada sisi lain karena tekanan superego bisa saja menjadi penyebab terbesar dalam pertentangan dan aliensi diri.[4]
b) Behaviorisme (JHON BROADE 1878-1958)
Behaviorisme adalah aliran yang terdapat di Amerika Serikat. Aliran ini di temukan oleh Jhon Broade Watson (1878-1958), ia menentang pandangan yang berlaku saat itu bahwa dalam eksperimen-eksperimen psikologi diperlukan instropeksi. Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri, digunakan dalam eksperimen-eksperimen di laboraturium Wundt untuk mengetahui ada atau tidak adanya perasaan-perasaan tertentu dalam diri orang yang diperiksa. Bagi aliran ini manusia dipandang sebagai hasil dari jumlah kondisi-kondisi yang mempengaruhinya. Bagi Watson psikologi harus menjadi ilmu yang objektif.
Dan bagi aliran ini manusia di pandang sebagai hasil dari jumlah kondisi-kondisi yang mempengaruhinya, behavorisme memandang manusia dari segi yang nampak (badaniah), tidak memandang manusia dari segi rohaniah. Di samping itu kaum behaviorisme memiliki semboyan “the trust is in the making”, kebenaran adalah apa yang dapat di praktekan dengan tepat dan menguntungkan, dan tidak ada pula dalam praktek yang tidak memberi hasil. Pandangan behaviorisme ini banyak mempengaruhi psikologi modern, salah satunya adalah “B.F.SKINNER” yang berpendapat bahwa “lingkungan merupakan kunci penyebab terjadinya tingkah laku”. Tingkah laku biasanya timbul atau terjadi dan dikendalikan oleh sebab dan akibat lingkungan.[5]
c) Humanisme (ABRAHAM MASLOW)
Aliran yang dapat dikatakan baru berkembang dalam psikologi ialah aliran yang dikenal dengan sebutan “Humanisme” dan dalam psikologi sering dikenal sebagai “the third force”, pada aliran ini mempunyai tokoh yang terkenal diantaranya adalah: Carl Rogers, Abraham Maslow, dan aliran ini dikembangkan sebagi bantahan atas kekurangan yang mereka lihat pada pendapat aliran Behaviorisme dan Psikoanalisa.
Bagi aliran ini manusia pada dasarnya baik dan memiliki kebebasan (free will) untuk menentukan dirinya. Humanisme menolak gagasan Frued yang menyatakan bahwa kepribadian itu diatur oleh kekuatan bawah sadar manusia, dan tidak setuju/menolak ide pendapat behavioris bahwa manusia dikuasai/dikendalikan oleh lingkungan. Pada dasarnya Humanisme juga mengakui bahwa pengalaman masa lalu itu mempengaruhi kepribadian, tetapi harus diakui pentingnya kedudukan. Salah satu teori Abraham Maslow yang terkenal dan banyak diterapkan oleh berbagai cabang psikologi terapan adalah teori “Hierarki kebutuhan manusia”. Dalam teori ini Maslow menyatakan ada lima macam kebutuhan manusia yang berjenjang keatas, kebutuhan yang lebih tinggi akan timbul jika kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi, ke lima teori tersebut adalah :
Ø  Self actualization : (Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri)
Ø  Esteem needs : (Kebutuhan untuk dihargai)
Ø  Belonging and love needs : (Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi)
Ø  Security needs :  (Kebutuhan akan rasa aman dan tentram)
Ø  Survival fisiologis/basic needs : (Kebutuhan –kebutuhan fisiologis dasar)
d) Transpersonal
Bagi aliran ini, manusia di pandang “memiliki potensi-potensi luhur dapat keluar dari kesadaran biasa.” Aliran ini adalah pengembangan lebih lanjut dari psikologi Humanisme, bahkan Abraham Maslow, Anthony sutich dan Carlos Taart yang juga pemuka psikologi Humanistik menjadi peletak dasar psikologi Transpersonal. Sedangkan tokoh pengembangnya adalah S.Y.Skapiro dan Denise H.Lajole.
Setelah mereka menelaah lebih dari empat puluh ragam definisi tentang psikologi Transpersonal, akhirnya mereka sepakat bahwa “psikologi Transpersonal memiliki concern pada kajian tentang harkat kemanusiaan, berusaha memahami potensi luhur kemanusiaan yang berhubungan dengan fenomena/gejala tentang kesaatuan spiritual sebagai sebuah bentuk kesadaran terpanting dari derajat kemanusiaan.” Definisi ini mengarahkan untuk menarik kesimpulan bahwa concern psikilogi transpersonal memaandang manusia dari dua segi, yaitu:
a.       Potensi-potensi luhur (the highest potential)
b.      Fenomena kesadaran (state of consciousness)
Psikologi transpersonal, sebagaimana psikologi humanistic menaruh perhatiaan kepada dimensi spiritual manusia yang berpotensi mengembangkan kemampuan luar biasa, yang sejauh ini terabaikan oleh telaah psikologi kontemporer. Perbedaan yang mencolok antara psikologi Humanistik dengan transpersonal, adalah bahwa psikologi humanistik lebih memanfaatkan potensi-potensi ini untuk meningkatkan hubungan antara manusia, sedangkan psikologi transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-transendental serta pengalaman luar biasa dari dimensi spiritual manusia.[6]
B.   Manusia Dalam Perspektif Al-Quran
Dalam al-Qur’an ada tiga kata yang digunakan Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia yaitu insan, basyar dan Bani Adam. Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti “penampakan sesuatu yang baik dan indah”. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia disebut basyar karena kulitnya tampak jelas. Dan berbeda jauh dari kulit hewan yang lain. Al-Qur’an menggunakan kata ini sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan sekali dalam bentuk mutsanna (dual) untuk menunjuk manusia dari sudut lahiriyah serta persamaannya dengan manusia seluruhnya, karena Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk menyampaikan bahwa,[7]
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ
“Aku adalah basyar (manusia) seperti kamu yang di beri wahyu”. (Q.S. Al-Kahfi, 18 : 110).[8]
Dari sisi lain dapat diamati bahwa banyak ayat-ayat al-Qur’an yang menggunakan kata basyar yang mengisyaratkan bahwa proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai tahap kedewasaan.
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِوَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya (Allah) menciptakan kamu dari sel, kemudian kamu menjadi basyar, kamu bertebaran” (Q.S. Ar- Rum, 30 : 20).[9]
Bertebaran disini bisa diartikan berkembang biak akibat hubungan seks atau bertebaran karena mencari rizki kedua hal tersebut tidak dilakukan oleh manusia kecuali oleh orang yang memiliki kedewasaan dan tanggung jawab. Karena itupula Maryam a.s. mengungkapkan keheranannya dapat memperoleh anak­­-- padahal dia belum pernah disentuh oleh basyar (manusia) yang menggaulinya dengan berhubungan seks. (Qs Ali Imron, 3 : 47). Demikain terlihat basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia, yang menjadikannya mampu memikul suatu tanggung jawab. Dan karena itu pula, tugas khalifah di bebankan kepada basyar (perhatikan QS Al Hajr 15 : 28 yang menggunakan basyar).
Kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Pendapat ini, jika ditinjau dari sudut pandang al-Qur’an lebih tepat dibanding dengan yang berpendapat bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa, lalai) atau na>sa-yanu>su (berguncang). Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya. Jiwa dan raga, psikis dan fisik, manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, adalah akibat perbedaan fisik, psikis (mental) dan kecerdasan.[10]
Dalam al-Qur’an, manusia berulangkali diangkat derajatnya karena aktualisasi jiwanya secara positif, sebaliknya berulangkali pula manusia direndahkan karena aktualisasi jiwa yang negatif. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surgawi, bumi dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan makhluk hewani. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah” juga karena jiwanya.
C.   Sifat-sifat Manusia Sebagai Makhluk Hidup
1.      Ikatan-ikatan biologis
Sebagai kontras terhadap eksistensi manusia, maka manusia adalah makhluk biologis yang sampai pada batas-batas tertentu terikat pada kodrat alam. Manusia membutuhkan udara untuk bernafas, makanan dan minuman untuk mempertahankan hidupnya. Untuk memperkembangkan keturunannya, manusia memerlukan pula hubungan seksuil. Susunan syaraf, susunan tulang dan otot, peredaran darah, denyutan jantung, bekerjanya kelenjar-kelenjar dan sebagainya, semuanya sudah diatur secara tertentu dan tidak dapat lagi diubah. Meskipun khayalan kita bisa menembus dimensi ruang dan waktu, tetapi badan kasar kita selalu terikat pada ruang dan waktu.
Dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain, manusia adalah satu-satunya makhluk yang tidak dibekali alat-alat untuk bertahan dalam lingkungannya secara alamiah. Manusia tidak mempunyai bulu tebal untuk melawan dingin, manusia tidak dapat terbang, manusia tidak mempunyai kuku dan taring yang tajam. Semua ini menunjukkan betapa manusia sebagai makhluk biologis sangat lemah. Hanya tingkat kecerdasan yang tinggilah satu-satunya modal manusia untuk tetap bertahan dalam dunia ini.[11]
2.     Makhluk adalah satuan hidup
   Meskipun tiap-tiap makhluk mempunyai bagian-bagian tubu, ada yang sederhana terdiri dari satu atau dua bagian, ada pula yang lebih sempurna terdiri dar ratusan bagian, namun bagian-bagian itu merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Tiap-tiap bagian mempunyai fungsinya sendiri-sendiri dan fungsi-fungsi itu dikoordinasikan untuk makhluk yang bersangkutan beradaptasi terhadap lingkungannya dan bertahan dalam lingkungannya. Bagian-bagian tubuh itu kalau dilepaskan dari organisasi tubuh secara keseluruhan tidak dapat lagi berfungsi. Misalnya, kaki yang alat untuk berjalan. Khususnya pada manusia “jiwa”, kesadaran dan ketidaksadaran juga termasuk dalam satuan hidup tersebut.[12]
3.      Sistem energi yang dinamis
            Sebagai makhluk hidup, manusia selalu membutuhkan energi untuk mempertahankan hidupnya, untuk mengembangkan keturunan, untuk tumbuh dan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya.
            Karena kebutuhan akan energi itu,  manusia selalu membutuhkan eneergi dalam tubuhnya. Jumlah energi yang tersedia harus sesuai dengan yang yang diperlukan. Kalau manusia pada suatu saat demikian aktifnya sehingga membutuhkan energi yang melebihi persediaan yang ada, maka akan terjadi hambatan-hambatan dalam pelaksanaan aktivitas-aktivitas tersebut.[13]
4.      Pertumbuhan yang mengikut pola tertentu.
            Pertumbuhan manusia sejak dalam kandungan sudah ditentukan polanya, dan tiap-tiap sel tubuh berkembang sesuai dengan garis perkembangannya masing-masing. Semuanya mengarah kepada suatu tujuan untuk menjadi makhluk manusia dengan organ-organnya yang tersusun secara harmonis. Demikianlah, meskipun pada hari-hari pertama dalam kandungan sel-sel janin nampaknya serupa saja semuanya (homogen), tetapi pada tingkat perkembangan selanjutnya sebagian dari sel-sel itu akan berkembang menjadi jantung, lainnya jadi otak, jadi tangan, kaki dan sebagainya, sehingga akhirnya terjadilah seorang manusia yang sempurna.[14]
5.      Pengaruh proses pematangan terhadap tingkah laku
            Tingkah laku manusia tidak dapat dilepaskan dengan proses pematangan organ-organ tubuh. Seorang bayi misalnya, belum dapat duduk atau berjalan jika organ-organ tubuhnya (tulang punggung, kaki leher dan sebagainya) belum cukup kuat. Contoh klasik daripada proses pematangan anggota tubuh ini adalah anak burung yang sejak menetas  dari telurnya dikurung dalam sangkar. Pada suatu saat setelah beberapa lama ia dikurung itu, ia akan langsung terbang kalau sangkarnya dibuka, sekalipun ia tidak pernah belajar terbang sebelumnya.
            Pada manusia gejala ini nampak pada anak-anak suku Indian tertentu di Amerika yang selama masa bayinya terus-menerus diikat di punggung ibunya. Pada suatu saat bila organ-organ tubuhnya sudah cukup matang, ia  dapat langsung berjalan tanpa harus belajar dahulu.[15]





BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Manusia selain merupakan makhluk biologis yang sama dengan makhluk hidup lainnya, adalah juga mkhluk yang mempunyai sifat-sifat tersendiri yang berbeda dengan makhluk dunia lainnya. . E.Cassirer menyatakan bahwa manusia itu adalah “Makhluk Simbolis” dan Plato merumuskan : “Manusia harus dipelajari bukan dalam kehidupan pribadinya, tetapi dalam kehidupan sosial dan kehidupan politiknya. Sedangkan menurut faham filsafat eksistensialisme : “Manusia adalah eksistensi”. Manusia tidak hanya ada atau berada di dunia ini , tetapi ia secara aktif “mengada”.
Psikologi pada dasarnya adalah ilmu yang menelaah prilaku manusia. Psikologi memandang manusia dari empat aliran, diantaranya :
1.      Psikoanalisa (SIGMUND FRUED 1856-1939)
2. Behaviorisme (JHON BROADE 1878-1958)
3. Humanisme (ABRAHAM MASLOW)
4. Transpersonal
Dalam al-Qur’an ada beberapa kata untuk merujuk kepada arti manusia yaitu insan, basyar dan Bani Adam. Kata basyar terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti “penampakan sesuatu dengan baik dan indah”. Dari akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia disebut basyar karena kulitnya tampak jelas. Dan berbeda jauh dari kulit hewan yang lain. Sedangkan kata insan terambil dari akar kata uns yang berarti jinak, harmonis dan tampak. Pendapat ini jika dilihat dari sudut pandang al-Qur’an lebih tepat dibanding dengan yang berpendapat bahwa kata insan terambil dari kata nasiya (lupa, lalai) atau na>sa-yanu>su (berguncang). Kata insan digunakan al-Qur’an untuk menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya. Jiwa dan raga, psikis dan fisik, manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lainnya, adalah akibat perbedaan fisik, psikis (mental) dan kecerdasan. Sebagai makhluk hidup, manusia memiliki beberapa sifat :
1.      Ikatan-ikatan biologis
2.      Makhluk adalah satuan hidup
3.      Sistem energi yang dinamis
4.      Pertumbuhan yang mengikut pola tertentu.

B.   IMPLIKASI
Sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sehingga penulis hanya mengharapkan kritikan dan masukan yang membangun dari semua pihak, termasuk dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan tulisan dan pengetahuan penulis. Apatah lagi penulis yakin bahwa makalah ini masih jauh dari standar kesempurnaan layaknya sebuah karya ilmiah. Bahkan sebuah kebahagiaan besar jika ada pihak yang berusaha meneliti kembali—paling tidak memeriksa referensi yang digunakan—makalah ini sehingga hasil penelitian tersebut dapat lebih valid.
Menyikapi segala bentuk masalah dan keragaman pendapat tentang kuantitas penafsiran Rasulullah saw. termasuk keragaman bentuk pemikiran dan pendapat hendaknya dijadikan sebuah motifasi untuk terus mempelajari ilmu tafsir terlebih lagi tentang tafsir itu sendri.
Demikianlah apa yang mampu penulis tuangkan dalam makalah ini yang merupakan bentuk kerja keras penulis dalam mencari, mempelajari dan menulis tentang apa dan bagaimana kuantitas penafsiran Rasulullah saw. Semoga dengan tulisan ini menjadi ilmu bagi penulis dan pembaca sehingga dapat menuai pahala yang berlipat ganda di sisi Allah swt. Min Alla>h al-Musta’a>n wa Ilaihi al-Tikla>n.









DAFTAR PUSTAKA
Azhari, Akyas, Psikologi Umum & Perkembangan.
Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahannya, Bandung: CV Penerbit Juma>natul ‘Ali, 2005>
Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudu>’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, Cet. XVI; Bandung: Mizan, 2005 M.
Wirawan Sarwono, Sarlito. Pengantar Umum Psikologi Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1982.
Http://psikologi/manusia-dalam-perspektif-psikologi.html



[1]Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 26.
[2]Ibid.  h. 26-27.
[3]http://psikologi/manusia-dalam-perspektif-psikologi.html
[4]http://psikologi/manusia-dalam-perspektif-psikologi.html
[5]DR. Akyas Azhari, Psikologi Umum & Perkembangan, h. 18
[6]http://psikologi/manusia-dalam-perspektif-psikologi.html
[7]Muhammad Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudu>’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, (Cet. XVI; Bandung; Mizan, 2005 M), h. 367-368.
[8]Departemen Agama RI, Al-Qur’a>n dan Terjemahannya, (Bandung: CV Penerbit Juma>natul ‘Ali, 2005>), h. 305.
[9]Ibid. 407.
[10]Muhammad Quraish Shihab, op.Cit, h. 369.
[11]Sarlito Wirawan Sarwono, op.Cit., h. 27-28.
[12]Ibid. h. 28.
[13]Ibid.,
[14]Ibid. h. 28-29.
[15]Ibid. h. 29.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar