Pemberantasan
korupsi yang digembar-gemborkan oleh para politikus dan pemerintah sepertinya
belumlah membumi, masih hanya sebatas wacana. Terbukti, berbagai kasus korupsi
masih mendera bangsa ini. Aparat penegak hukum sendiri juga terkesan tidak
mempunyai political will dalam menjaring para koruptor.
jaksa pun seperti “ustadz di kampung maling”.
Seolah hilang satu tumbuh seribu. Itulah peribahasa yang mungkin tepat
menggambarkan fenomena praktik korupsi di Indonesia yang sudah menjangkit di
mana-mana, bak jamur di musim hujan. Bahkan disinyalir, masyarakat kini semakin
pesimistis bahkan sebagian menjadi permisif atau membiarkan korupsi kian
merajalela.
Kondisi
memprihatinkan ini semakin menambah ke-tidakpercayaan rakyat kepada pemimpin
pemerintahan yang tidak memberikan teladan dalam pemberantasan tindak korupsi.
Rasanya malu kita menjadi warga negara Indonesia, jika bangsa kita yang dikenal
sebagai bangsa religius (beragama) justru jadi ladang subur praktek-praktek
korupsi, kolusi dan kecurangan. Di manakah kredibilitas kita sebagai bangsa
yang religius, tetapi malah mentolerir praktik-praktik korupsi? Sehingga tak
heran jika bangsa kita ini menempati urutan ketiga sebagai Negara terkorup di
dunia dan urutan pertama di asia tenggara. Lalu apakah kita bangga dengan
prestasi yang kita raih ini.?
Melihat
keprihatinan tersebut, sebagai anak bangsa yang peduli terhadap bangsanya. maka
perkenankanlah kami pada kesempatan yang berbahagia ini mengangkat sebuah
syarahan yang berjudul :
Sholat
Sebagai Solusi Pemberantasan Korupsi
Korupsi
seakan-akan telah menjadi budaya hitam yang menggorogoti setiap lapisan
masyarakat di nagara ini. Negara yang dikenal dengan penduduk muslim terbanyak
di dunia. Padahal hadirin, fenomena korupsi ini telah diwanti-wanti oleh Allah
swt dalm al-Quran surah al-Baqarah ayat 188 sebagai berikut :
وَلاَ
تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ
وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
Dalam kitab tanwirul muqayyas min
tafsiril ibnu ‘abbas, beliau menjelaskan makna kata “al-bathil” dengan syarahan
با لظلم والسرقة وا لغصب وا لحلف الكا ذب وغير ذالك , dengan cara menganiaya, mencuri, merampas, sumpah palsu dan
lain-lain. Jelas sudah, bahwasnya
korupsi memiliki kriteria al-bathil yang telah dijelaskan oleh
Ibnu’Abbas dalam kitab tafisrnya tersubut.
Mengapa
demikian, karena jelas-jelas para koruptor tersebut telah menganiaya rasa
keadilan di Negara ini, kemudian jelas-jelas juga mereka telah mencuri harta
yang mereka korupsi, lalu jelas-jelas juga mereks telah merampas hak-hak rakyat
bangsa ini. Dan tentunya mereka telah melakukan sumpah palsu dan memalsukan
data-data dan laporan mereka demi lancarnya aksi korupsi tersebut.
Akibat
dari korupsi tersebut, menyebabkan macetnya kegiatan pembangunan, krisis yang
terjadi semakin berkepanjangan, sehingga banyak rakyat yang kian sengsara
menahan derita , bahkan mereka rela memakan nasi aking untuk menahan rasa lapar
yang melanda. Terjadilah gizi buruk, busung lapar dan wabah penyakit yang
terjadi di berbagai belahan tanah air karena kesejahteraan yang seharusnya
mereka rasakan harus terampas oleh para koruptor. Pantaslah bila Bank Dunia
menyatakan bahwa korupsi adalah salah satu penyebab utama meningkatnya angka
kemiskinan, dan dari kemiskinan inilah memicu lahirnya pencurian, perampokan,
pembunuhan dan berbagai macam tindak kejahatan lainnya.
Adakah
jalan keluar bagi upaya pemberantasan korupsi di tanah air ini? Apakah
perspektif teologis shalat dapat digunakan sebagai landasan dalam upaya
pemberantasan korupsi? Sebaik-baik jawaban adalah milik Allah swt. Untuk itu
marilah kita dengarkan bersama jawaban Allah swt dalam al-Quran surah
al-‘ankabut ayat 45:
اتْلُ
مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ
تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ
يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Bacalah apa yang telah diwahyukan
kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat
itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya
mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Dalam kitab tafsir al-Munir fil aqidah
wasysyari’ah wal manhaj, karangan al-ustadz Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam jilid
ke-sepuluh halaman 625. Beliau memberikan syarahan tentang ayat tersebut dengan
melalui pendapat Abul ‘Aliyah. Menurutnya, sholat memiliki 3 unsur subtantif.
Yang jika salah satu unsur tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai shalat. Yang pertama adalah Ikhlas:
فا
لا خلا ص يأ مره با لمعروف :
Maka
keikhlasannya akan mendorongnya untuk senantiasa melakukan kebaikan.
kedua Khasy yah(takut):
وا
لخشية تنها ه عن المنكر :
Dan
rasa takutnya kepada Allah, akan mencegahnya dari perbuatan buruk.
kemudian
yang terakhir adalah dzikrullah (mengingat Allah).
وذ كر الله. ا لقران . يأ مره و ينها ه :
Dan Dzikrnya pada Allah, bacaan
al-Quran, akan senantiasa mengingatkannya untuk mengerjakan yang diperintahkan
dan meninggalkan yang dilarang oleh Allah swt.
Dalam gerakan dan bacaan shalat juga
terkandung hikmah dan symbol spiritual yang dapat kita aktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Maka hendaknya kita tidak hanya melakukan sholat secara
ritual namun juga dalam konsep aktual.
Saat seseorang datang kepada kita
dengan menawarkan tawaran-tawaran penebal kantong melalui cara yang bathil,
seyogyanya kita mengingat ketika kita takbiratul ihram, mengangkat kedua tangan
sepert menampik segala ajakan-ajakan bathil sembari berucap Allahu Akbar, Allah
Maha Besar. وما عند الله خير وا بقى ; dan apa yang disisi Allah lebih baik dan kekal. Saat
seseorang dating kepada kita dengan tawaran rekening gendut, hendaklah kita
kembali mengingat, ketika kita ruku’ merendah diri pada Allah. Sujud
menyentuhkan kening kita pada tanah, mengingatkan kepada kita bahwasnya kita
ini berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah lagi dengan posisi persis
seperti kita berdiri di dalam shalat.
Dan
ingatlah selalu, disetiap akhir shalat kita, kita memalingkan wajah ke kanan dan
ke kiri dengan mengucap salam, salam kedamaian, dan salam permberi manfaat.
Hendaklah pada tiap penjuru, diri kita ini menjadi salam kedamaian, dan pemberi
manfaat. Bukannya sebagai salam yang memberi kerugian pada sesama. Begitu
pentingnya sholat, sehingga Khalifah Umar Ibnu Al Khatab mengirim pesannya,
“Menurutku, urusan kalian yang paling penting ialah shalat, siapa yang terlalu
menjaga dan memeliharanya berarti dia telah memelihara dirinya. Dan siapa yang
mengabaikannya, maka urusan yang lain akan terabaikan”.
Aplikasi
shalat memang tidak hanya ritual spiritual saja, karena banyak orang Islam yang
rutin melakukan shalat, namun korupsi jalan terus, berjudi makin menjadi,
berzina tapi tak merasa berdosa.“Islam KTP”, formal dalam identitas manusia
tapi belum formal dalam penilaian Allah. Memang ironis kedengarannya, orang
shalat kok masih korupsi, itulah orang yang buta nuraninya, disindir sana-sini
masih saja buta, seperti tidak ada apa-apa.
Untuk
itu, marilah kita meng-evaluasi diri
kita. Sudah benarkah shalat kita?. Sudahkah shalat menjaga kita dari perbuatan
korupsi dan perbuatan maksiat lainnya?, sudahkah shalat menjaga kita saat kesusahan,sudahkah sholat
memberi solusi saat kita bimbang? Nurani kita yang akan menjawabnya.
Maka
dari itu, mari kita mulai memperbaiki shalat kita, dengan melakukannya secara
benar dan khusyuk. Semoga shalat yang kita lakukan mampu mencegah kita kedalam
perbuatan keji dan munkar. Dan Semoga kita menjadi orang-orang yang istiqamah
dalam shalat sampai akhir hayat.
Akhirnya,
tanggung jawab pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama. Untuk
itu, perspektif teologis dalam shalat, keteladanan dan tanggung jawab global dalam
melawan segala kebusukan korupsi yang menyengsarakan masyarakat mesti harus
tetap kita suarakan.