Minggu, 10 November 2013

Sholat Sebagai Solusi Pemberantasan Korupsi



Pemberantasan korupsi yang digembar-gemborkan oleh para politikus dan pemerintah sepertinya belumlah membumi, masih hanya sebatas wacana. Terbukti, berbagai kasus korupsi masih mendera bangsa ini. Aparat penegak hukum sendiri juga terkesan tidak mempunyai political will dalam menjaring para koruptor.
 jaksa pun seperti “ustadz di kampung maling”. Seolah hilang satu tumbuh seribu. Itulah peribahasa yang mungkin tepat menggambarkan fenomena praktik korupsi di Indonesia yang sudah menjangkit di mana-mana, bak jamur di musim hujan. Bahkan disinyalir, masyarakat kini semakin pesimistis bahkan sebagian menjadi permisif atau membiarkan korupsi kian merajalela.
Kondisi memprihatinkan ini semakin menambah ke-tidakpercayaan rakyat kepada pemimpin pemerintahan yang tidak memberikan teladan dalam pemberantasan tindak korupsi. Rasanya malu kita menjadi warga negara Indonesia, jika bangsa kita yang dikenal sebagai bangsa religius (beragama) justru jadi ladang subur praktek-praktek korupsi, kolusi dan kecurangan. Di manakah kredibilitas kita sebagai bangsa yang religius, tetapi malah mentolerir praktik-praktik korupsi? Sehingga tak heran jika bangsa kita ini menempati urutan ketiga sebagai Negara terkorup di dunia dan urutan pertama di asia tenggara. Lalu apakah kita bangga dengan prestasi yang kita raih ini.?
Melihat keprihatinan tersebut, sebagai anak bangsa yang peduli terhadap bangsanya. maka perkenankanlah kami pada kesempatan yang berbahagia ini mengangkat sebuah syarahan yang berjudul :
Sholat Sebagai Solusi Pemberantasan Korupsi
            Korupsi seakan-akan telah menjadi budaya hitam yang menggorogoti setiap lapisan masyarakat di nagara ini. Negara yang dikenal dengan penduduk muslim terbanyak di dunia. Padahal hadirin, fenomena korupsi ini telah diwanti-wanti oleh Allah swt dalm al-Quran surah al-Baqarah ayat 188 sebagai berikut :
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقاً مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.
            Dalam kitab tanwirul muqayyas min tafsiril ibnu ‘abbas, beliau menjelaskan makna kata “al-bathil” dengan syarahan با لظلم والسرقة وا لغصب وا لحلف الكا ذب وغير ذالك , dengan cara menganiaya, mencuri, merampas, sumpah palsu dan lain-lain. Jelas sudah, bahwasnya  korupsi memiliki kriteria al-bathil yang telah dijelaskan oleh Ibnu’Abbas dalam kitab tafisrnya tersubut.
            Mengapa demikian, karena jelas-jelas para koruptor tersebut telah menganiaya rasa keadilan di Negara ini, kemudian jelas-jelas juga mereka telah mencuri harta yang mereka korupsi, lalu jelas-jelas juga mereks telah merampas hak-hak rakyat bangsa ini. Dan tentunya mereka telah melakukan sumpah palsu dan memalsukan data-data dan laporan mereka demi lancarnya aksi korupsi tersebut.
            Akibat dari korupsi tersebut, menyebabkan macetnya kegiatan pembangunan, krisis yang terjadi semakin berkepanjangan, sehingga banyak rakyat yang kian sengsara menahan derita , bahkan mereka rela memakan nasi aking untuk menahan rasa lapar yang melanda. Terjadilah gizi buruk, busung lapar dan wabah penyakit yang terjadi di berbagai belahan tanah air karena kesejahteraan yang seharusnya mereka rasakan harus terampas oleh para koruptor. Pantaslah bila Bank Dunia menyatakan bahwa korupsi adalah salah satu penyebab utama meningkatnya angka kemiskinan, dan dari kemiskinan inilah memicu lahirnya pencurian, perampokan, pembunuhan dan berbagai macam tindak kejahatan lainnya.
            Adakah jalan keluar bagi upaya pemberantasan korupsi di tanah air ini? Apakah perspektif teologis shalat dapat digunakan sebagai landasan dalam upaya pemberantasan korupsi? Sebaik-baik jawaban adalah milik Allah swt. Untuk itu marilah kita dengarkan bersama jawaban Allah swt dalam al-Quran surah al-‘ankabut ayat 45:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
            Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
            Dalam kitab tafsir al-Munir fil aqidah wasysyari’ah wal manhaj, karangan al-ustadz Dr. Wahbah al-Zuhaili dalam jilid ke-sepuluh halaman 625. Beliau memberikan syarahan tentang ayat tersebut dengan melalui pendapat Abul ‘Aliyah. Menurutnya, sholat memiliki 3 unsur subtantif. Yang jika salah satu unsur tersebut tidak ada, maka hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai shalat. Yang pertama adalah Ikhlas:
فا لا خلا ص يأ مره با لمعروف :
Maka keikhlasannya akan mendorongnya untuk senantiasa melakukan kebaikan.
 kedua Khasy yah(takut):
وا لخشية تنها ه عن المنكر :
Dan rasa takutnya kepada Allah, akan mencegahnya dari perbuatan buruk.
kemudian yang terakhir adalah dzikrullah (mengingat Allah).               
وذ كر الله. ا لقران . يأ مره و ينها ه :
            Dan Dzikrnya pada Allah, bacaan al-Quran, akan senantiasa mengingatkannya untuk mengerjakan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang oleh Allah swt.
            Dalam gerakan dan bacaan shalat juga terkandung hikmah dan symbol spiritual yang dapat kita aktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Maka hendaknya kita tidak hanya melakukan sholat secara ritual namun juga dalam konsep aktual.
            Saat seseorang datang kepada kita dengan menawarkan tawaran-tawaran penebal kantong melalui cara yang bathil, seyogyanya kita mengingat ketika kita takbiratul ihram, mengangkat kedua tangan sepert menampik segala ajakan-ajakan bathil sembari berucap Allahu Akbar, Allah Maha Besar. وما عند الله خير وا بقى ; dan apa yang disisi Allah lebih baik dan kekal. Saat seseorang dating kepada kita dengan tawaran rekening gendut, hendaklah kita kembali mengingat, ketika kita ruku’ merendah diri pada Allah. Sujud menyentuhkan kening kita pada tanah, mengingatkan kepada kita bahwasnya kita ini berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah lagi dengan posisi persis seperti kita berdiri di dalam shalat.
Dan ingatlah selalu, disetiap akhir shalat kita, kita memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri dengan mengucap salam, salam kedamaian, dan salam permberi manfaat. Hendaklah pada tiap penjuru, diri kita ini menjadi salam kedamaian, dan pemberi manfaat. Bukannya sebagai salam yang memberi kerugian pada sesama. Begitu pentingnya sholat, sehingga Khalifah Umar Ibnu Al Khatab mengirim pesannya, “Menurutku, urusan kalian yang paling penting ialah shalat, siapa yang terlalu menjaga dan memeliharanya berarti dia telah memelihara dirinya. Dan siapa yang mengabaikannya, maka urusan yang lain akan terabaikan”.
Aplikasi shalat memang tidak hanya ritual spiritual saja, karena banyak orang Islam yang rutin melakukan shalat, namun korupsi jalan terus, berjudi makin menjadi, berzina tapi tak merasa berdosa.“Islam KTP”, formal dalam identitas manusia tapi belum formal dalam penilaian Allah. Memang ironis kedengarannya, orang shalat kok masih korupsi, itulah orang yang buta nuraninya, disindir sana-sini masih saja buta, seperti tidak ada apa-apa.
Untuk itu, marilah  kita meng-evaluasi diri kita. Sudah benarkah shalat kita?. Sudahkah shalat menjaga kita dari perbuatan korupsi dan perbuatan maksiat lainnya?, sudahkah shalat  menjaga kita saat kesusahan,sudahkah sholat memberi solusi saat kita bimbang? Nurani kita yang akan menjawabnya.
Maka dari itu, mari kita mulai memperbaiki shalat kita, dengan melakukannya secara benar dan khusyuk. Semoga shalat yang kita lakukan mampu mencegah kita kedalam perbuatan keji dan munkar. Dan Semoga kita menjadi orang-orang yang istiqamah dalam shalat sampai akhir hayat.
Akhirnya, tanggung jawab pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab kita bersama. Untuk itu, perspektif teologis dalam shalat, keteladanan dan tanggung jawab global dalam melawan segala kebusukan korupsi yang menyengsarakan masyarakat mesti harus tetap kita suarakan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar